Jumat, 26 November 2010

Pemanasan Global: Waktunya untuk Bertindak

Pemanasan Global: Waktunya untuk Bertindak

Peringatan tentang penyebab utama pemanasan global:

                                               Ilustrasi
Pada tahun 2006, PBB melaporkan bahwa peternakan menghasilkan emisi rumah kaca lebih banyak dari yang dihasilkan seluruh gabungan mobil dan truk di seluruh dunia.

Pejabat senior Organisasi Pertanian dan Pangan PBB Henning Steinfield melaporkan bahwa industri daging merupakan “salah satu penyumbang yang paling signifikan bagi masalah lingkungan hidup yang paling serius hari ini.”

TANDA PERINGATAN

Antartika mengalami pencarian es yang dramatis sama halnya dengan Arktik di musim panas yang lalu.

Setelah melihat neraca pencarian es Antartika di bulan Januari 2008, Perdana Menteri Norwegia Jens Stoltenberg menyatakan, “Lonceng tanda bahaya berbunyi. Sangat tidak bertanggung jawab jika para pembuat keputusan tidak mengindahkan tanda bahaya ini.”

Penemuan dari riset oleh Hans von Storch, pemimpin dari Institut Riset Pantai di Jerman GKSS memberikan indikasi pemanasan di Laut Baltik yang sangat tinggi dan tidak seperti biasanya.

Masyarakat Ilmuwan Bumi dan Antariksa terbesar di dunia, Persatuan Geofisika Amerika (AUG), telah menyiarkan pernyataan yang mengidentifikasi aktivitas manusia sebagai penyebab pemanasan global.

Ilmuwan menemukan bahwa hutan dan laut telah melebihi kapasitas, tidak dapat menyerap emisi lebih banyak lagi, ini berarti peningkatan suhu akan semakin cepat. Dengan suhu global meningkat 1,4 derajat dan terus meningkat, John Holdren, seorang ilmuwan kebijaksanan pemerintah dari Universitas Harvard berkata, peningkatan 3,6-4,5 derajat akan menjadikan Bumi menerima “dampak perubahan iklim yang tidak dapat ditolerir dan tidak dapat dikelola.”

Dalam riset 20 tahun yang dilakukan oleh Universitas Helsinki, musim dingin sekarang dapat mengurangi kemampuan hutan di belahan Bumi bagian utara dalam menyerap emisi gas rumah kaca.

Pemimpin Riset Timo Vesala berkomentar, “Ini berarti efek pemanasan yang lebih besar.”

Pemanasan global menjadikan gletser di China menurun 7% setiap tahun, efeknya dapat menghancurkan 300 juta orang yang tergantung kepada glasier sebagai sumber air.

Telaga di Arktik yang telah menjadi bagian dari lanskap selama 6.000 tahun telah kering karena musim panas di Arktik yang lebih panjang.

Naiknya permukaan air laut dan badai besar yang disebabkan oleh pemanasan global dapat menyebabkan tersapunya beberapa situs Warisan Dunia UNESCO di Irlandia.

Ahli Meteorologi di stasiun riset Troll Norwegia di Antartika berkata bahwa karbon di atmosfer telah mencapai rekor tertinggi.

Efek-efek dari pemanasan global dapat membuat suhu lautan menghangat yang menyebabkan terjadinya “zona mati” di lautan.

Ahli Geologi Inggris dari Universitas Leicester berkata bahwa perubahan lingkungan hidup karena naiknya populasi manusia dan industrialisasi besar-besaran membuat era pra-industri Bumi Holocene telah berakhir dan sekarang memasuki era baru yang disebuth Anthropocene.

BENCANA ALAM

Sebuah laporan PBB mengenai bencana alam tahun 2007 mengatakan bahwa sembilan dari sepuluh bencana alam terburuk disebabkan oleh gangguan iklim.

DARATAN-DARATAN YANG TENGGELAM, EROSI & KENAIKAN PERMUKAAN AIR LAUT

Ahli Lautan Australia Steve Rintoul memperkirakan bahwa kecepatan mencairnya es dapat membuat 100 juta orang yang tinggal pada ketinggian 1 meter di atas permukaan air laut “harus pindah ke suatu tempat” untuk menghindari kenaikan air laut.

Para petugas merelokasikan 20.000 penduduk pulau pada tahun 2000 dari daerah Pulau York yang terendah, salah satu pulau di Papua Nugini.

Pulau Lohachara India telah menghilang ke dalam air karena pemanasan global yang membuat 70.000 orang mengungsi ke pulau-pulau tetangga.

Garis pantai di negara-negara Afrika Barat seperti Benin, Ghana, Pantai Gading, Guinea, dan Nigeria naik kurang lebih 10 meter setiap tahunnya, dan tingkat permukaan air laut di Pantai Afrika Barat dapat terus meningkat.

Menurut Richard Lochhead, Seketaris Urusan Pedesaan Inggris, “Musim dingin kita lebih basah dan hangat, permukaan air laut naik dan erosi pantai terus bertambah. Itulah yang terjadi sekarang dan kita harus mengambil tindakan.”

Para ilmuwan memperingatkan bahwa jika permukaan air terus meningkat, lebih dari 80.000 hektar lahan di Yunani dapat terendam air setinggi 1,6 meter pada tahun 2100, dengan negara-negara pantai Barat juga berisiko hal yang sama.

Maladewa dapat menjadi negara pertama yang tidak dapat dihuni karena kenaikan air sehubungan dengan pemanasan global.

Kenaikan permukaan air laut mengancam kota-kota pantai di sepanjang Karolina utara, Amerika Serikat, menurut para ahli ilmu bumi.

Para ilmuwan yang memperkirakan kenaikan permukaan air laut berkata bahwa negara Tuvalu akan menjadi negara pertama yang tenggelam ke dalam lautan.

Beberapa daerah di Provinsi Vietnam selatan, Cà Mau, menunjukkan bukti bahwa daratannya telah terendam air laut hingga 6 meter.

Benin perlahan-lahan kehilangan ibukotanya yang ramai, Cotonou sehubungan dengan kenaikan air laut.

Para penduduk Carteret mempertimbangkan untuk meninggalkan rumah mereka saat kenaikan permukaan air laut merusak hasil pertanian mereka dan meninggalkan pulau tersebut tak berpenghuni.

Kawasan Lingkungan Pesisir yang diterbitkan oleh Institut Teknologi Wessex melaporkan tentang perkiraan risiko penggunaan tanah pantai sehubungan dengan kenaikan air laut di Laut Kaspia.

Peninjauan Ahli Bumi Amerika Serikat menunjukkan bahwa pantai Alaska sedang mengalami erosi yang tercepat seiring dengan tebing-tebing yang runtuh sehubungan dengan pencairan permafrost karena pemanasan global.

Para penduduk kepulauan Papua Nugini berisiko tenggelam sehubungan dengan pemanasan global dan meminta bantuan pada konferensi pemanasan global terakhir di Bali, Indonesia.

GAS-GAS BERACUN

Sebuah laporan yang pertama kali dipublikasikan pada tahun 2005 menyebutkan bagaimana gas-gas beracun menyembur keluar dari lautan dalam yang telah menyebabkan hilangnya lapisan ozon 250 juta tahun yang lalu.

Program Lingkungan PBB melaporkan munculnya lebih dari 200 “zona mati” karena kehabisan oksigen di lautan.

Munculnya bakteri-bakteri jenis baru menghasilkan gas hidrogen sulfida yang mematikan bagi semua kehidupan laut di Bumi kita.

Dua penyebabnya termasuk hasil pembuangan dari pabrik-pabrik, penyubur, dan pembuangan pertanian yang juga mengakibatkan gangguan pada arus air dan cuaca, yang semuanya juga mengakibatkan pemanasan global.

“Zona mati” di lautan yang disebabkan oleh pemanasan global menghasilkan tidak adanya kehidupan akibat hilangnya oksigen dan terlepasnya hidrogen sulfida, sebuah gas yang beracun.

Salah satu contoh zona mati berada di Samudra Pasifik dekat pesisir Oregon, Amerika Serikat, yang ukurannya telah menjadi empat kali lipat pada tahun terakhir ini. Lainnya adalah di dekat pesisir Namibia, Afrika, dimana jutaan ikan mati pada saat gas hidrogen sulfida menyembur dari dasar laut.

Sehubungan dengan perikanan liar dan hilangnya puluhan juta ikan sarden yang sangat penting, air-air di pesisir barat daya Afrika penuh dengan sebuah gas beracun yang menyembur dari dasar samudra untuk membunuh kehidupan laut dengan luas yang melebihi negara bagian New Jersey Amerika Serikat, dan memperburuk dampak pemanasan global.

KESEHATAN MANUSIA

Seketaris Jendral Perserikatan Bangsa Bangsa Ban mendorong para pemimpin dunia untuk memprioritaskan keamanan air, ia berkata bahwa perubahan iklim dan kekurangan air yang berhubungan telah menyebabkan perselisihan di masa lalu.

Dr. Hugh Montgomery, Direktur Institut Kesehatan dan Performa Manusia Kampus Universitas London berpendapat, “Kita telah menyaksikan dampak-dampak perubahan iklim bagi kesehatan.”

Seorang ilmuwan Australia, Profesor Kevin Parton dari Universitas Charles Sturt di New South Wales, Australia, telah berpendapat bahwa kondisi-kondisi yang disebabkan oleh pemanasan global seperti penyakit nyamuk-borne membawa lebih banyak dampak pada masyarakat kecil karena keterbatasan mereka untuk mendapatkan pelayanan kesehatan.

Ilmuwan-ilmuwan Inggris menyatakan kepeduliannya terhadap dampak-dampak perubahan iklim yang merusak kesehatan manusia seperti arus panas, kebakaran hutan, dan banjir.

Peneliti Australia Dr. Tony McMichael melaporkan di Jurnal Medis Inggris, “Penyakit-penyakit menular tidak dapat distabilkan dalam keadaan iklim yang tidak stabil, banyaknya arus-arus pengungsi, serta kemiskinan.”

KEPUNAHAN SPESIES

Di Kutub Utara, beruang-beruang kutub sedang kelaparan karena perubahan iklim di habitat mereka. Kessie Siegel dari Pusat Keanekaragaman Biologis berkata, “Kami telah mengamati pencairan es di lautan Arktik yang sangat besar pada tahun-tahun terakhir ini, dan mereka tidak dapat bertahan hidup tanpa es-es tersebut.

Seperempat burung di Amerika Serikat sedang menghadapi kepunahan karena pemansan global, dan 75% burung di Eropa jumlahnya diperkirakan akan segera menyusut.

Para ilmuwan berkata jika pemanasan global terus terjadi dengan kecepatan sekarang, sedikitnya 20% spesies di dunia akan segera punah.

Apa yang dikatakan oleh para pemimpin dunia:

“Berita baiknya adalah, kita mempunyai semua yang kita butuhkan untuk menanggapi tantangan pemanasan global. Tetapi kita tidak seharusnya menunggu, kita tidak dapat menunggu, kita tidak boleh menunggu.”

Al Gore, Presiden Amerika Serikat ke-45

“Kita mengetahui ilmu pengetahuan, kita dapat melihat ancamannya dan kita tahu bahwa sekarang adalah waktunya untuk bertindak.”

Gubernur Arnold Schwarzenegger,R- Kalifornia, Amerika Serikat

“Menurut saya ilmu pengetahuan sangatlah jelas bahwa perubahan-perubahan ini sedang terjadi. Hal-hal tersebut sangatlah serius dan kita harus bertindak.”

Stephen Harper, Perdana Menteri Kanada

“Kita perlu memperluas konsep pengembangan yang berkelanjutan dari semua aspek sosial dan ekonomi masyarakat"

Chi-Beom Lee, Menteri Lingkungan, Republik Korea

“Kita sedang berada di ambang sejarah yang tidak dapat diubah. Sebuah revolusi industri baru yaitu pengembangan yang berkelanjutan ada di depan kita."

Jacques Chirac, Mantan Presiden Perancis

“Deklarasi pejabat Australia saat ini adalah kita akan menjadi anggota Protokol Kyoto yaitu sebuah langkah maju serta usaha-usaha yang signifikan di negara kita untuk melawan perubahan iklim di dalam negeri.”

Kevin Rudd, Perdana Menteri Australia

Kita dapat mengatakan bahwa perubahan iklim dan kekurangan air telah menjadi sumber perpecahan di masa lalu, seketaris jendral tersebut berpendapat “Masih ada cukup air untuk kita semua – hanya saja kita harus menjaganya agar tetap bersih, menggunakannya dengan bijak, dan membaginya dengan adil.”

Seketaris Jendral Perserikatan Bangsa Bangsa Ban Ki-moon 

“Kita sekarang dalam keadaan sebuah titik balik yang kritis dalam perdebatan; mereka terus mengacuhkan ancaman dan penyebabnya, atau terlibat dalam argumen yang setengah-setengah untuk membingungkan dan menghambat, akan melakukan tindakan merugikan bagi generasi kini dan masa depan." 

Marthinus Van Schalkwyk, Menteri Lingkungan Afrika Selatan

Bagaimana Anda dapat membantu

1. Selamatkan banyak nyawa dan palnet ini dengan tidak makan daging

Laporan Perserikatan Bangsa Bangsa, Bayangan Panjang Peternakan, dokumen-dokumen itu mengatakan industri peternakan menyumbang 18% terhadap pemanasan global, yang jauh lebin tinggi dari semua sektor transportasi di seluruh dunia.

Sebuah laporan tahun 2007 dari Institut Bumi menegaskan bahwa sebuah pola makan nabati hanya mengonsumsi 25% dari pola makan hewani. Dan perubahan dari pola makan hewani ke pola makan nabati kurang lebih 50% lebih efektif dalam menangkal perubahan iklim seperti mengganti mobil SUV menjadi mobil Toyota hibrida.

“Tolong kurangilah makan daging, daging memiliki intensitas karbon yang tinggi. Jangan makan daging, naiklah sepeda, dan jadilah pembeli yang hemat. Itulah cara Anda membantu untuk mengerem pemanasan global.” – Rajendra Pachauri, Ketua Panel Antarpemerintah untuk Perubahan Iklim PBB.

Organisasi Lingkungan Internasional EarthSave menampilkan VEGPLEDGE!TM di www.vegpledge.com, sebuah program yang didedikasikan untuk membantu siapa saja yang ingin membantu planet ini dengan sebuah ikrar Jadilah Vegetarian!

Penelitian oleh profesor geofisika Universitas Chicago Gordan Eishel Gidon Eshel dan Pamela Martin menyimpulkan bahwa menjadi vegan selama satu tahun dapat menghemat 1,5 ton emisi sesuai dengan standar pola makan Amerika, 50% lebih daripada mengganti mobil SUV menjadi Toyota Prius.

Artikel New York Times yang ditulis oleh Mark bittman, seorang non-vegetarian, menjelaskan tentang beban konsumsi daging yang merugikan terhadap planet kita, kesehatan kita, dan orang miskin.
Jika setiap orang di Belanda tidak makan daging satu hari per minggu, jumlah emisi terendahnya akan sama dengan target pengurangan emisi Pemerintah Belanda untuk semua rumah tangga selama setahun.

Seorang vegetarian yang mengendarai sebuah mobil Hummer SUV lebih ramah lingkungan daripada seorang pemakan daging yang naik sepeda.

Di Amerika Selatan, dimana 400 juta hektar tanaman kedelai digunakan sebagai pakan hewan ternak, hanya 25 juta hektar yang diberikan untuk memberi makan semua manusia di dunia.

2. Daur Ulang memberikan sebuah perubahan

Kalifornia memperkirakan bahwa daur ulang secara luas di negara bagian tersebut akan menghemat energi untuk 1,4 juta rumah, mengurangi 27.047 ton polusi air, menghemat 14 juta pohon, dan mengurangi emisi gas rumah kaca yang setara dengan 3,8 juta mobil.

Univesitas Teknologi Denmark menemukan bahwa daur ulang aluminium menggunakan 90% energi lebih hemat daripada aluminium yang tidak didaur ulang, 70% lebih hemat untuk plastik, dan 40% untuk kertas.

3. Menanam pohon memberi manfaat pada Bumi

Dua tahun setelah menanam anak pohon besar di daerah-daerah ujung barat Catahula Parish, para ilmuwan Universitas Teknologi Louisiana menemukan bahwa setiap ekar dari hutan yang telah ditanami kembali menyerap karbon yang setara untuk mengimbangi mobil yang dikendarai selama setahun.

Sebuah Layanan Penelitian Hutan Amerika menunjukkan bahwa dengan menanam 95.000 pohon, Chicago dapat menyediakan udara yang lebih bersih dan akan menghemat sebesar 38 juta dolar lebih dari 30 tahun sehubungan dengan pengurangan panas dan biaya pendinginan.

4. Mengurangi emisi karbon dengan transportasi energi alternatif

Sebuah penelitian di Universitas Chicago menunjukkan bahwa mengendarai mobil Toyota Prius atau mobil hibrida elektrik-gas akan menghemat 1 ton emisi per tahunnya.

Makanan yang ditanam lokal dianggap memiliki jejak karbon yang lebih sedikit, seperti yang ditunjukkan oleh penelitian Universitas Iowa pada tahun 2003, yang menemukan bahwa makanan yang bukan berasal dari daerah setempat telah menempuh jarak kurang lebih 1.494 mil, dibanding dengan 56 mil untuk makanan daerah setempat.

“Saya mencoba untuk menghemat energi dengan menggunakan sepeda saya untuk pergi kerja sesering yang saya bisa.” - Margot Wallstrom, Presiden Komisi Eropa.

5. Efisiensi energi dan energi berkelanjutan dapat memperbaharui Bumi kita

Dewan Amerika untuk Ekonomi Efisiensi Energi merekomendasikan tindakan-tindakan
untuk mengurangi penggunaan energi seperti

Mematikan semua peralatan saat tidak digunakan.

Memasang peralatan yang memiliki tanda Bintang Energi dan alat pengatur panas yang dapat diprogram.

Memisahkan pipa air panas dan menggunakan bola lampu yang hemat energi.

Memasang panel surya sebagai sumber energi alternatif.

Sumber : http://www.pemanasanglobal.net/laporan/Pemanasan-Global-Waktunya-untuk-Bertindak.htm

Read More......

Es di Laut Kutub Utara Diperkirakan akan Lenyap di Musim Panas 2012

Es di Laut Kutub Utara Diperkirakan akan Lenyap di Musim Panas 2012

Mencair: Es di Laut Kutub Utara Diperkirakan akan Lenyap di Musim Panas 2012
 
Es di Laut Arktik menangkal lebih dari 80% radiasi matahari untuk mendinginkan air laut, tetapi sekarang ia mencair dengan kecepatan yang membahayakan.
Dr. Mark Serreze, ilmuwan periset senior di Pusat Data Salju dan Es Nasional Amerika Serikat, dan Dr. Olav Orheim pimpinan Sekretariat Norwegia untuk Tahun Kutub Internasional menyatakan ada kemungkinan bahwa es di Laut Kutub Utara akan mencair di akhir musim panas 2012.

ES DI LAUT ARKTIK

Dua puluh tahun yang lalu (1988)

Tebal, es yang lebih tua tebalnya sekitar 3 meter, lebih dari 50% es berusia lebih dari 5 tahun

(2008):Tipis, es yang baru tebalnya hanya 1 meter, 70% dari es baru terbentuk pada musim gugur dan musim semi 2007

Dr. Mark Serreze: Sekarang kita memanaskan sistem, dan kita sekarang dapat kehilangan es laut yang memantulkan panas.

Kecepatan pencairan saat ini sudah terlalu cepat untuk pulih kembali http://www.suprememastertv.com.
Es Mencair => tidak ada pemantulan
akhirnya => mempercepat
pemanasan di samudra

Es di Arktik hampir hilang setengahnya

Penelitian baru dengan data dari satelit Es, Awan, dan Daratan dari Badan Penerbangan dan Angkasa Luar Nasional AS (NASA) memberi informasi tambahan tentang hilangnya jumlah es Arktik. Penemuan meliputi bukti penipisan es yang terjadi hampir 18 centimeter setiap tahunnya antara tahun 2004 dan 2008, yang berarti 42% kehilangan dari jumlah es yang lebih tua selama empat musim dingin.

Es yang lebih tua adalah es yang telah bertahan setidaknya selama satu musim panas dan sangat penting karena lebih tebal dan lebih keras. Tanpa lapisan es maka air yang berwarna gelap dari Lautan Arktik akan menyerap panas matahari dan bukannya memantulkanya sehingga mempercepat pemanasan global.

Es Arktik juga memainkan peranan yang penting dalam menyetabilkan iklim global dan pola cuaca karena perbedaan temperatur antara kutub yang dingin dengan udara yang hangat di sekitar Khatulistiwa yang menggerakkan arus udara dan air. Para ilmuwan Badan Penerbangan dan Angkasa Luar Nasional AS, kami menghargai dapat mengetahui perubahan tentang masa depan kita.

Di sini pertama-tama kita melihat Arktik yang mencair. Arktik atau Kutub Utara mungkin akan kehilangan seluruh esnya pada tahun 2012, 70 tahun mendahului perkiraan IPCC.

Tanpa perlindungan es untuk memantulkan cahaya matahari maka 90 persen dari panas matahari dapat masuk ke air terbuka yang mempercepat pemanasan global.

Perubahan dalam lapisan es Arktik sangat dramatis, dimana ahli iklim mengatakan bahwa hanya 10 persen saja yang merupakan es yang lebih tua dan tebal, sedangkan di atas 90 persennya adalah es yang baru terbentuk dan tipis. Untungnya, ada tindakan mudah yang bisa kita ambil. Saya akan buat daftarnya untuk acuan Anda.

Kita harus mendinginkan planet ini terlebih dahulu dan yang paling penting. Cara terbaik untuk menghentikan pemasanan global adalah menghentikan produksi gas rumah kaca yang menghasilkan panas itu.

Kita sudah tahu mengenai cara untuk menurunkan emisi seperti dari industri dan transportasi. Tapi perubahan di sektor ini akan makan waktu terlalu banyak - lebih lama dari waktu yang tersisa. Salah satu cara paling efektif dan tercepat untuk menurunkan panas di atmosfer adalah menghilangkan produksi metana.

Jadi jika kita menghentikan produksi metana maka atmosfer akan lebih cepat menjadi dingin daripada menghentikan karbon dioksida terlebih dahulu. Vegan organik akan memberi efek pendinginan yang bermanfaat karena ia akan menurunkan gas metana dan gas rumah kaca lainnya yang fatal bagi kelangsungan hidup kita.

http://www.dailymail.co.uk/sciencetech/article-1198500/Arctic-ice-dramatically-thinning-global-warming-warns-Nasa.html
http://dotearth.blogs.nytimes.com/2009/07/08/more-on-thinning-arctic-sea-ice/?em
http://news.xinhuanet.com/english/2009-07/08/content_11671941.htm

PESAN DARURAT:
- Vegetarian setiap hari
- Berdoa setiap hari
                                                                                                                             ~ Maha Guru Ching Hai

Dikutib dari Sumber : http://www.pemanasanglobal.net/lingkungan/Es-di-Laut-Kutub-Utara-Diperkirakan-akan-Lenyap-di-Musim-Panas-2012.htm

Read More......

Perubahan Gaya Hidup dapat Mengerem Perubahan Iklim

Laporan IPCC: Perubahan Gaya Hidup dapat Mengerem Perubahan Iklim

Sebuah artikel dari AFP


Paris (AFP) — Jangan makan daging, kendarai sepeda, dan jadilah konsumen yang hemat — itulah bagaimana Anda dapat membantu mengerem pemanasan global, itulah yang dikatakan oleh Rajendra Pachauri, ketua dari panel perubahan iklim PBB yang juga pemenang hadiah Nobel.

Laporan tahun 2007 yang dirilis oleh Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC) lebih menyoroti masalah “pentingnya mengubah pola hidup,” kata Rajendra Pachauri dalam sebuah konferensi pers di Paris. “Ini adalah sesuatu yang takut untuk diucapkan oleh IPCC beberapa waktu yang lalu, tetapi kini sudah saatnya kami harus mengatakannya.” “Kurangilah konsumsi daging— daging benar-benar komoditas penghasil karbon yang signifikan,” katanya, menambahkan pernyataan sebelumnya bahwa konsumsi daging dalam jumlah besar juga buruk bagi kesehatan.

Penelitian telah menunjukkan bahwa menghasilkan 1 kg daging akan menghasilkan 36,4 kg emisi karbon dioksida. Sebagai tambahan, pemeliharaan dan transportasi yang digunakan untuk menghasilkan sepotong daging sapi, kambing, atau babi tersebut membutuhkan energi dalam jumlah yang sama untuk menyalakan sebuah bola lampu 100 watt selama tiga minggu. Sambil menyebutkan hal-hal yang bisa dilakukan perorangan untuk melawan pemanasan global, Pachauri memuji sistem komunal, dan akses sepeda berlangganan di Paris dan kota-kota lain di Perancis sebagai “perkembangan yang sangat hebat.”
“Daripada mengendarai mobil hanya untuk menempuh jarak 500 meter, kita dapat menggunakan sepeda atau berjalan kaki dan itu akan menghasilkan perbedaan yang sangat besar,” katanya kepada jurnalis-jurnalis yang menghadiri konferensi pers tersebut.

Perubahan pola hidup lain yang dapat berkontribusi dalam perlawanan dengan pemanasan global adalah dengan tidak membeli barang “hanya karena mereka tersedia.” Dia meminta agar konsumen membeli hanya barang- barang yang benar-benar mereka butuhkan.

Sejak penganugerahan nobel kepada IPCC dan mantan wakil presiden Amerika Serikat Al Gore pada Oktober 2007 kemarin, Pachauri telah berkeliling dunia untuk memperingatkan bahaya pemanasan global kepada dunia. “Saat ini, gambarannya masih suram—apabila umat manusia tidak segera melakukan sesuatu, maka perubahan iklim akan memberikan dampak yang sangat serius,” dia memperingatkan.

Di saat yang sama, dia mengatakan bahwa dia terdorong oleh hasil dari UNFCCC yang diadakan di Bali kemarin, juga oleh prospek dari sistem administrasi yang baru di Washington. “Pernyataan yang terakhir jelas menyebutkan untuk memotong emisi gas rumah kaca besar-besaran, saya pikir orang tidak dapat lari dari terminologi tersebut,” katanya. Pertemuan di Bali telah menciptakan kerangka untuk perjanjian global tentang bagaimana kita harus menekan emisi karbon dioksida dan gas-gas lainnya yang terbentuk akibat dari aktifitas manusia, yang akhirnya akan mendorong perubahan iklim.

Pachauri juga merasa optimistis dengan melihat fakta bahwa inilah pertama kalinya sejak negara-negara di dunia melakukan pertemuan tentang pemanasan global di tahun 1994, “kali ini tidak ada lagi yang mempertanyakan hasil dan fakta yang ditemukan IPCC.” “Ilmu pengetahuan telah menjadi basis dari tindakan-tindakan yang harus diambil untuk mencegah perubahan iklim,” katanya.

Pada tahun 2007, IPCC telah mengeluarkan laporan seukuran tiga buah buku telepon tentang realitas dan resiko dari perubahan iklim, itu adalah penelitian ke-4 dalam kurun 18 tahun. Pachauri mengatakan bahwa sudah terlambat bagi Washington untuk meratifikasi Protokol Kyoto, perjanjian internasional telah mengamanatkan pemotongan emisi karbon dioksida. Amerika Serikat adalah satu-satunya negara industri yang tidak mau membuat komitmen seperti itu. Tetapi dia masih menaruh harapan bagi Amerika Serikat—di bawah administrasi yang baru—nantinya Amerika Serikat dapat menjadi peserta inti penandatanganan perjanjian-perjanjian berikutnya. “Dengan pergantian politik yang akan terjadi di Amerika Serikat, harapan untuk terjadinya hal tersebut pasti akan lebih besar dibanding kasus yang terjadi beberapa bulan lalu,” tambahnya.

Di umur 67 tahun, Pachauri mengatakan bahwa dia masih belum memutuskan apakah dia masih akan mengambil untuk kedua kalinya mandat sebagai ketua dari IPCC. Pemilihan akan diadakan pada bulan September. Di kesempatan lain, dia berkata, pengalaman yang dia miliki selama ini akan memberinya kesempatan lebih besar untuk terpilih kembali. Tetapi kelebihan dari pensiun, dikatakannya sambil tersenyum, adalah — emisi karbon dioksida yang dihasilkannya dari segala perjalanan dinasnya — akan berkurang drastis.


Al Gore dan Rajendra Pacharuri Menerima Penghargaan Nobel

Sumber : http://www.pemanasanglobal.net/laporan/laporan_ipcc_2007_tentang_solusi_untuk_mengerem_pemanasan_global.htm

Read More......

Rabu, 24 November 2010

Kondisi Arktik Tak Akan Pulih

Perubahan Iklim
Kondisi Arktik Tak Akan Pulih

                                            Ilustrasi
KOMPAS.com - Tanda-tanda berlangsungnya perubahan iklim yang muncul di Arktik diperkirakan akan permanen. Tanda-tanda tersebut, antara lain, adalah semakin menghangatnya atmosfer di kawasan Arktik, menciutnya luasan es, dan mencairnya gletser.

Demikian, antara lain, isi laporan dari sejumlah ilmuwan, Kamis (21/10/2010). Sejumlah ilmuwan dari AS, Kanada, Rusia, Denmark, dan beberapa negara lain mengatakan, "Kemungkinannya kecil bahwa Arktik bisa kembali ke kondisi semula."

Kondisi di Arktik bermakna besar karena kawasan tersebut merupakan faktor dominan dalam kondisi cuaca di kawasan negara-negara utara yang penduduknya padat. Hujan salju yang amat lebat di AS, Eropa utara, dan Asia Barat pada musim dingin yang lalu merupakan salah satu dampak dari perubahan kondisi di Arktik.

"Musim dingin 2009-2010 menunjukkan kaitan antara kondisi dingin ekstrem di lintang tengah dan hujan salju dan perubahan pola angin di Arktik—yang disebut sebagai pola Arktik Hangat-Benua Dingin (Warm Arctic-Cold Continents pattern)," demikian diungkapkan dalam laporan tersebut yang diluncurkan Badan Nasional Kelautan dan Atmosfer AS (NOAA).

Ditemukan bukti bahwa temperatur di atas Arktik naik dengan laju lebih cepat dari kenaikan temperatur global, dua kali lebih tinggi dari kenaikan temperatur di lintang rendah.(REUTERS/ISW)

Sumber : http://sains.kompas.com/read/2010/10/26/10185686/Kondisi.Arktik.Tak.Akan.Pulih

Read More......

Anomali Capai Tingkat Ekstrem

CUACA
Anomali Capai Tingkat Ekstrem
YUNI IKAWATI


KOMPAS/RADITYA HELABUMI
KOMPAS.com - Memanasnya suhu muka laut dan tidak terjadinya musim kemarau pada tahun ini merupakan kondisi penyimpangan yang tergolong paling ekstrem pada data pemantauan cuaca yang pernah dilakukan di Indonesia. Anomali ini diperkirakan akan berlangsung hingga Februari 2011.

Pemantauan kondisi kelautan dan cuaca di Indonesia yang dilakukan Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) menunjukkan memanasnya suhu muka laut yang luas di wilayah perairan Indonesia telah terlihat sejak Juli tahun 2009 dan bertahan hingga kini.

”Anomali cuaca ini akan bertahan hingga Februari tahun depan saat akhir puncak hujan pada musim hujan ini,” ujar Edvin Aldrian, Kepala Pusat Perubahan Iklim dan Kualitas Udara BMKG. Prakiraan ini juga disampaikan BMKG dalam rapat koordinasi tentang antisipasi terhadap iklim dan cuaca ekstrem yang diadakan Kementerian Koordinator Kesejahteraan Rakyat, Senin (4/10/2010).

Menghangatnya suhu muka laut di perairan Indonesia mulai terpantau pertengahan tahun lalu, meski ketika itu terjadi El Nino dalam skala moderat. ”Ketika anomali cuaca ini muncul, suhu muka laut di timur Indonesia biasanya mendingin. Namun yang terjadi sebaliknya,” ujar Edvin, yang sebelumnya adalah peneliti cuaca di Badan
Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT).

Suhu permukaan laut di atas normal ini berlangsung hingga masuk periode musim kemarau tahun ini. Suhu laut yang hangat pada Mei lalu ditunjang oleh munculnya fenomena La Nina di Samudra Pasifik yang diikuti terjadinya Dipole Mode di Samudra Hindia. Kedua fenomena ini mengakibatkan suplai massa udara dari dua samudra itu ke wilayah Indonesia.

Berdasarkan data curah hujan yang tinggi sepanjang periode kemarau tahun ini, Edvin menyimpulkan tidak tampak pola musim kemarau. Hanya pada bulan April tingkat curah hujan tergolong normal pada musim kemarau. ”Karena itu dapat dikatakan tidak ada musim kemarau pada tahun 2010,” ulas Edvin.

Suhu muka laut di atas normal terjadi hampir di seluruh perairan Indonesia berlangsung sejak Juli 2009 hingga kini dan diperkirakan berlanjut sampai Februari 2011.

Fenomena langka

Kondisi ini merupakan fenomena cuaca yang langka. Bahkan, periode kejadian anomali ini pun tergolong berlangsung paling lama berdasarkan data yang dimiliki BMKG selama ini. ”Meningkatnya pemanasan suhu muka laut ini akan mencapai puncaknya pada tahun 2012,” ujar Sri Woro B Harijono, Kepala BMKG belum lama ini.

Namun, sejauh ini belum diketahui penyebab pasti munculnya anomali ini, lanjut Edvin. Hal inilah yang mendorong BMKG akan mengembangkan pemodelan iklim laut atau maritim yang operasional dan meningkatkan layanan informasi iklim maritim.

Pemodelan itu dilakukan berdasarkan data hasil observasi laut menggunakan kapal survei dan satelit. ”Tahun ini dibuat rencana desain atau cetak biru pemodelan iklim laut di Indonesia. Pengembangannya mulai tahun 2011,” jelas Edvin yang meraih gelar doktor bidang meteorologi dari Institut Max Planck Universitas Hamburg, Jerman.

Perubahan iklim

Tingginya suhu muka laut yang mengakibatkan musim hujan berkepanjangan—tanpa kemarau—di Indonesia pada tahun ini diperkirakan merupakan dampak dari pemanasan global—yaitu fenomena meningkatnya suhu bumi disebabkan akumulasi gas rumah kaca di atmosfer yang bersifat menahan energi panas matahari di permukaan bumi.

Berbagai dampak negatif pun muncul, seperti melelehnya es di kutub, merebaknya penyakit parasit, dan meningkatkan keasaman air laut. Perubahan iklim ini ditandai dengan perubahan pola curah hujan, terjadinya cuaca ekstrem berupa munculnya gelombang udara panas, peningkatan frekuensi hujan lebat hingga menimbulkan banjir di satu tempat dan kekeringan di tempat lain.

Pola turunnya hujan juga tidak merata di seluruh daerah. Akibat pemanasan global, hujan akan banyak terjadi di wilayah dekat garis ekuator. Menurut penelitian BMKG bekerja sama dengan Badan Meteorologi Jepang, rupanya 15 tahun lagi Jawa akan kurang hujan, urai Sri Woro yang juga Kepala WMO (World Meteorological Organization) Regional V.

Langkah antisipatif

Pemanasan global atau perubahan iklim lebih lanjut akan mengacaukan pola tanam dan meningkatkan pertumbuhan hama tanaman hingga menggagalkan panen. Selain petani, para nelayan pun akan terpukul akibat gangguan cuaca itu. Mereka tidak dapat melaut karena gelombang laut yang tinggi.

”Hal tersebut jika tidak segera diantisipasi akan menimbulkan kerawanan sosial,” ujar Menteri Koordinator Kesejahteraan Rakyat Agung Laksono di sela rapat koordinasi, Senin. Karena itu, pemerintah akan meningkatkan sistem peringatan dini munculnya fenomena cuaca dan iklim ekstrem dalam melakukan upaya mitigasi, adaptasi, dan penguatan kelembagaan.

Sementara itu, Edvin berpendapat, pemerintah dan masyarakat harus lebih mencermati informasi iklim dan cuaca ekstrem. Selain itu, memanfaatkan saat jeda periode kering untuk membersihkan saluran air. ”Waspadai daerah aliran sungai di bantaran yang berkelok atau meander untuk mengatasi banjir kiriman dari hulu,” ujarnya.

Curah hujan yang tinggi hendaknya dimanfaatkan untuk mengisi cadangan air bawah tanah dengan sistem injeksi. Hal ini dapat mencegah terjadinya intrusi air laut di kota besar pesisir. Fungsi PLTA pun dapat dioptimalkan.

Untuk mendukung komitmen pemerintah dalam menurunkan emisi karbon dioksida (CO) sebesar 26 persen pada tahun 2020, BMKG mengusulkan penambahan dua Stasiun GAW (Global Atmosphere Watch) di Sulawesi Tengah dan Papua untuk meningkatkan observasi CO di Indonesia. Ini memerlukan dukungan seluruh sumber daya yang ada, seperti anggaran, kemauan politis pemerintah, dan kemampuan sumber daya manusia.

Sumber : http://sains.kompas.com/read/2010/10/06/08041463/Anomali.Capai.Tingkat.Ekstrem

Read More......

Anomali Cuaca, Kerakusan Manusia

Forum
Anomali Cuaca, Kerakusan Manusia
Oleh J Sumardianta


KOMPAS/RADITYA HELABUMI
Badai menerjang sebagian besar wilayah DI Yogyakarta, Sabtu (25/9). Pohon besar dan baliho roboh. Hamparan padi siap panen membelasah ambruk diamuk angin kencang. Ratusan hektar sawah harus dikuras dengan pompa air di Sentolo, Kulon Progo, akibat curah hujan kelewat tinggi. Tanaman tembakau di Prambanan lanas (mati perlahan) diterjang angin dan hujan. Palawija seperti jagung, kacang tanah, dan kedelai gagal panen. Nasib budi daya bawang merah, melon, dan cabai di pesisir Bantul dan Kulon Progo sama saja.

Anomali cuaca menyebabkan suhu udara ekstrem. Hujan pun menggila di musim kemarau. Puting beliung ikut menambah nestapa masyarakat. Badai dan bah merupakan mimpi buruk traumatik langganan bangsa Indonesia.

Indonesia memang negeri yang tak putus dirundung gebalau alam berupa kekeringan, gempa bumi, tsunami, dan puting beliung. Predikat Indonesia telah bergeser, dari negeri kaya sumber daya alam menjadi negeri berlumuran bencana alam.
Ketidak berdayaan mengantisipasi dan menangani anomali cuaca membuat bangsa Indonesia setiap tahun harus menjalani ritus paradok air.

Cermin anak benua

Aduhai. Mari becermin dari pengalaman anak benua. Ketangguhan bangsa India bertahan dalam kesulitan akibat bencana dilaporkan Dominique Lapierre dalam The City of Joy (1992). India, setali tiga uang Indonesia, merupakan negeri langganan banjir, angin ribut, dan bencana kekeringan.

Asish Gosh, warga Desa Harbangha, sebagaimana dikisahkan Dominique Lapierre, bersama istri dan ketiga anaknya terjaga di sepanjang malam jahanam. Mereka bertahan dari serangan angin dan curah hujan lebat dalam gubuk lempung. Keluarga Gosh menyelamatkan diri meninggalkan rumah, kolam besar penuh gurameh, dan tiga sapi melenguh di kandang. Asish menoleh ke belakang seraya menghibur diri bahwa puting beliung bakal mengasihani harta miliknya. Sambil memegang erat tangan istri yang menangis tersedu, Asish mendapati hasil jerih payahnya diporakporandakan badai.

Kemarahan langit menyebabkan rumah dan pepohonan lumat. Perahu, kereta api, dan bus terangkat dan diempaskan kembali bagaikan tumpukan jerami. Tanggul sungai runtuh. Bendungan jebol. Ribuan orang hanyut terseret arus. Daratan terendam magma campuran air asin, lumpur, sampah, dan bangkai binatang maupun manusia. Terperangkap hujan badai menggila, sehari semalam keluarga Asish Gosh dan pengungsi lain diselamatkan sebuah mushala di atas bukit.

Asish sempat menyaksikan satu keluarga terdiri enam orang berusaha keras memegangi batang pohon. Sebuah pusaran arus menelan batang ringkih itu bersama seluruh muatannya. Teror berlangsung terus-menerus sebelum pusaran angin berpindah ke arah laut. Dua hari berjalan kaki, keluarga Asish sampai di Canning, kota kecil sekitar 40 kilometer di pedalaman Teluk Bengali. Mereka berjuang dalam capek dan lapar mengarungi lembah penuh bercak kehancuran dan terantuk tubuh-tubuh tak bernyawa.

Pemerintah, yang khawatir mendapat kecaman karena dianggap teledor atau tidak tanggap, sengaja membiarkan ketidakjelasan. Pengungsi terancam mati kelaparan, kehausan, dan kedinginan. Paradoksnya, sementara air bah melimpah di mana-mana, tidak setetes pun air bersih tersedia buat diminum. Masalah pertolongan dan bantuan untuk korban selalu menimbulkan sengkarut perselisihan. Penguasa di Kalkuta dan New Delhi saling melempar tanggung jawab. Diperlukan waktu tiga hari untuk bersepakat tentang operasi penyelamatan awal.

Aroma kematian menyeruak di mana-mana. Kendati imbalan besar disediakan buat mengurus ribuan mayat, para penggali kubur profesional yang dikirim pemerintah hanya bertahan dua hari. Para narapidana yang dikerahkan sebagai pengganti ogah-ogahan melaksanakan tugas. Tentara pun dikirim buat mengatasi keadaan. Teluk Bengali berubah menjadi tempat kremasi raksasa.

Skenario tamak

India dan Indonesia sami mawon. Ular kobra menggigit tidak hanya sekali. Rentetan bencana datang beruntun silih berganti. Bencana banjir di Trenggalek dan Tulungagung, ambruknya kawasan perkebunan di perbukitan Ciwidey Bandung Selatan, Tawangmangu, dan Sumatera Barat merupakan kombinasi bencana alam campur aduk dengan bencana birokrasi tata laksana kawasan.

Tenggelamnya kota-kota di sepanjang DAS Bengawan Solo, Ciliwung, Citarum, dan Batanghari Riau bukan akibat kemarahan alam semata. Pemanasan global, perubahan iklim, dan perubahan cuaca ekstrem penyebab curah hujan bertemu kegelojohan manusia mengubah peruntukan lahan.

Kerakusan itu tak ubahnya skenario kiamat saudagar kayu Erisychthon (baca: Er-is-ya-thon). Erisychthon merupakan legenda keserakahan dalam mitologi Yunani. Sebuah pohon istimewa yang dicintai para dewa tumbuh di ladang milik Erisychthon. Doa-doa orang beriman dikaitkan pada ranting dan cabang pohon yang sangat banyak. Roh-roh suci menari-nari di sekitar pohon yang elok dan permai itu. Erisychthon sama sekali tidak peduli dengan keistimewaan pohon itu.

Kecenderungan Erisychthon menaksir seberapa banyak kayu yang bisa dihasilkan. Pohon itu pun ditebang dengan kapak. Ia melawan semua protes yang ditujukan padanya. Semua kehidupan ilahiah yang bersemayam di pohon itu pun sirna. Dewa mengutuk keserakahan Erisychthon. Saudagar kaya raya itu didera rasa lapar tiada berkesudahan. Seluruh harta bendanya ludes untuk membeli persediaan makanan. Ia bahkan memakan istri dan anak sebelum akhirnya memangsa tubuhnya sendiri.

Legenda Erisychthon ditempatkan pada situasi kontekstual Indonesia, menunjukkan strategi kebudayaan bercorak antagonistik. Aku mengumbar ketamakanku dengan seolah-olah menyelamatkanmu. Kampanye menanam sejuta pohon hanyalah taktik kebakaran jenggot mengejar layangan putus. Bukit dikepras. Hutan digunduli. Laut direklamasi. Inilah akar masalah mengapa bangsa Indonesia bagai menahan air bah dengan sehelai jerami.

Amboi. Ayo belajar dari Nabi Nuh buat mengatasi skenario kiamat Erisychthon. Nabi Nuh, jauh sebelum air bah datang menyapu seluruh permukaan bumi, membikin kapal raksasa. Kecuali buat menyelamatkan manusia dari terjangan banjir, kapal dirancang untuk menjaga kelestarian flora dan fauna. Segala jenis tumbuhan dimasukkan ke kapal. Sepasang-sepasang segala jenis binatang melata, mamalia, dan unggas dijadikan penumpang istimewa kapal.

Nabi Nuh teladan antisipasi kehancuran. Preseden bagus perilaku visioner menyantuni generasi mendatang. Bukan perilaku jangka pendek demi keuntungan sesaat yang menurunkan derajat manusia sebagai tikus got karena tiap tahun dipaksa berenang di atas arus deras banjir.

Pengendalian diri, esensi nubuat Nabi Nuh, merupakan salah satu prinsip transformasi menuju hidup lestari dan berkelanjutan. Mekanisme kontrol agar perilaku tamak tidak berubah menjadi monster sepanjang tahun yang memangsa bangsa Indonesia sendiri.

J SUMARDIANTA Guru SMA Kolese De Britto Yogyakarta
Sumber : http://sains.kompas.com/read/2010/09/29/17062686/Anomali.Cuaca..Kerakusan.Manusia.

Read More......

Seminar Dampak Pemanasan pada Ikan

LIPI
Seminar Dampak Pemanasan pada Ikan

Ilustrasi efek Global Warming
BOGOR, KOMPAS.com - Dampak pemanasan global tidak hanya merusak ekosistem tetapi juga berpengaruh pada eksistensi fauna ikan.
Berbagai laporan penelitian menyebutkan bahwa pemanasan global mempunyai dampak yang sangat besar terhadap kondisi ekosistem yang ada.

Permasalahan ini akan dibahas dalam Seminar Nasional Ikan VI dan Kongres Masyarakat Ikhtiologi Indonesia (MII) III yang diselenggarakan selama dua hari Selasa dan Rabu (9/6) bertempat di Gedung Widyasatwaloka, Bidang Zoologi Pusat Peneliti (P2) Biologi, LIPI, Cibinong Sciece Center (CSC).

Seminar tersebut menghadikan pembicara utama Dr Lyne R Parenti, Kurator ikan di NMNH, Smithsonian Institut, Washington DC, US.

"Dr Lyne adalah ikhtyologist wanita pertama sebagai presiden dari ASIH (Amerika Society for Ichthyology and Herpetology Society) pada tahun 2004-2006, beliau juga anggota national acedemy of sciences US National committe.

Selain Lyne ada juga Dr Gerald R Allen dan Dr Tan Heok Hui yakni kurator ikan di The Raffless Museum," ujar Kepala Laboratorium Ichtiology Pusat Penelitian Biologi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Renny K Hadiaty, Selasa (8/6/2010).

Renny menyebutkan seminar tersebut bertujuan untuk bertukar informasi dan pengetahuan, pengalaman, diskusi dan koreksi atau saran dan koodinasi dalam kegiatan penelitian maupun pengelolaan ikan antara pada pakar, peneliti, praktisi dan pengambil kebijakan demi meningkatkan potensi, pengembangan dan pemanfaatan ikan di Indonesia secara berkelanjutan serta meminimalisasi kepunahan ikan di Indonesia.

Renny mengatakan seminar terbuka untuk umum, para pakar, peneliti, praktisi dan pemerhati ikan yang berasal dari lembaga peneliti, perguruan tinggi, instansi pemerintah terkait, breeder, eksportir ikan hias dan LSM terkait.

Pada seminar tersebut akan dibahas tentang potensi ikan di perairan Indonesia dan bagaimana memanfaatkan dan melindunginya guna meningkatkan potensi sumberdaya ikan untuk menambah devisa negara.

Renny menjelaskan, diperkirakan secara keseluruhan jenis ikan di perairan Indonesia berjumlah 4.000-6.000 jenis.

Jumlah jenis ikan air tawarnya berdasarkan koleksi yang ada di MZB sekitar 1.300 jenis sedangkan di Asia Tenggara yang valid telah diketahui sebanyak 2.917 jenis.

Kekayaan sumberdaya ikan masih sedikit dimanfaatkan, sementara itu, kerusakan ekosistem dan pemanasan global berdampak pada penurunan populasi dan keragaman jenis ikan.

"Bahkan beberapa jenis lainnya masih banyak ditemukan jenis-jenis baru yang belum pernah dilaporkan. Para ahli memperkirakan sekitar 400-600 jenis ikan lainnya dari wilayah Indonesia masih ada tetapi belum ditemukan dan dideskripsikan," kata Renny.

Salah satu solusi untuk menghadapi kendala tersebut kata Renny adalah adanya sarana komunikasi di antara para peneliti dan praktisi pemanfaatan untuk berdiskusi, saling memberikan informasi dalam pengelolaan keanekaragaman hayati.

"Karena itu, seminar ini diselenggarakan. Sehingga diperoleh suatu pembahasan dan solusi yang tepat guna," katanya.

Seminar nasional ini kata Renny dilaksanakan secara reguler oleh MII yang sudah dilaksanakan sebanyak lima kali dan kali ini merupakan kali ke enam.

Diharapkan dari seminar tersebut dapat terbuka pertukaran informasi di antara pada peneliti maupun penentu kebijakan sehingga dapat meningkatkan potensi, pengembangan dan pemanfaatan ikan di Indonesia secara berkelanjutan serta meminimalkan kepunahan ikan di Indonesia.

Editor: hertanto | Sumber :antara

Read More......

Senin, 19 Juli 2010

Global Warming

Kebohongan Itu Amat Nyata
Minggu, 13 Juni 2010 | 07:11 WIB

KOMPAS.com - Tidak ada yang bisa menyangkal dampak buruk pemanasan global. Frekuensi topan, badai, dan angin puting beliung di beberapa negara, termasuk Indonesia, makin sering terjadi dibandingkan 20 tahun lalu. Ini adalah bukti nyata. Seruan global pengurangan suhu global pun membahana.

Pertemuan negara-negara pemilik hutan tahun 2005 di Marakesh, Maroko, juga menyepakati pelestarian lingkungan. Tanpa seruan global, Indonesia sejak tahun 1970-an sudah mencanangkan pelestarian hutan, termasuk reboisasi.
Namun, pengurangan hutan terjadi. Faktor-faktor penyebabnya adalah pertambahan jumlah penduduk dari 120 juta orang menjadi 240 juta orang sekarang ini, ekspansi perkebunan kelapa sawit serta kepentingan bisnis yang menopang pertumbuhan ekonomi, dan penyelundupan hasil kayu ke luar negeri.

Tak semua perambahan hutan negatif karena itulah salah satu konsekuensi pembangunan ekonomi, termasuk penyediaan lahan untuk perumahan dan pabrik. Hal yang mungkin dicegah keras adalah perambahan hutan untuk ekspor gelondongan ilegal.
Hal yang mendorong tulisan ini adalah bersama negara lain pemilik hutan, Indonesia menjadi sorotan soal pelestarian demi penurunan pemanasan global. Bank Dunia tahun 2007 menyebutkan, Indonesia penghasil karbon dioksida (CO) terbesar akibat perambahan hutan, tuduhan kontroversial.

Ada beberapa hal yang mencurigakan. PBB memiliki skema pelestarian hutan, yang dinamai Reducing Emissions from Deforestation and Forest Degradation (REDD). Pendukung REDD mengatakan, cara ini terbaik dan tercepat. REDD diperkuat pada pertemuan Kopenhagen, Denmark, Desember 2009.

Indonesia berkomitmen melakukan skema REDD. Imbalannya, Indonesia mendapatkan bantuan dari Norwegia 1 miliar dollar AS. Hal ini juga akan diterapkan di Brasil, sejumlah negara di Amerika Selatan, Asia, dan Pasifik Selatan. Sekelompok negara maju, termasuk Australia, Inggris, Denmark, Perancis, Jerman, Jepang, Swedia, dan AS, berkomitmen untuk pendanaan REDD.

Indonesia berkomitmen menanami pohon di lahan seluas 21 juta hektar untuk mengurangi 26 persen emisi rumah hijau pada 2020 dari level 1990 dan akan mengurangi 41 persen jika ada tambahan dana dari Barat.
Mengapa harus mengandalkan bantuan asing untuk reboisasi. Bukankah ada dana reboisasi?

Mengapa pendalaman skema REDD mengalami kemajuan pesat dibandingkan program utama pemanasan global? Bukankah mayoritas pemanasan global disebabkan emisi di luar kerusakan hutan? Sejumlah ahli mengatakan, kontribusi kerusakan hutan pada emisi global adalah 15 persen, selebihnya adalah emisi bahan bakar fosil, yang meningkat lebih cepat ketimbang deforestasi.

Intergovernmental Panel on Climate Change memperkirakan perubahan fungsi lahan memberikan kontribusi CO sebanyak 1,6 Gt karbon per tahun. Sebagai perbandingan, emisi bahan bakar menyumbang CO sebesar 6,3 Gt karbon.
Mengapa hutan di sejumlah negara berkembang menjadi sasaran. Organisasi Pangan Dunia (FAO) menyebutkan, deforestasi hutan global mencapai 13 juta hektar per tahun, termasuk hutan-hutan di negara kaya.

Harian India, The Times of India, edisi 28 Mei 2010, mempertanyakan, mengapa China dan India tak diikutkan dalam REDD. Pada pertemuan di Oslo, Oslo Climate and Forests Conference, 27 Mei, Perdana Menteri Norwegia Jens Stoltenberg menjawab. ”Kami akan fokus pada semua hutan. Namun, kami kini masih lebih memusatkan pada pelestarian hutan yang ada saja dulu,” kata Stoltenberg.

Para peneliti terus mempertanyakan keanehan itu. ”Penanganan hutan-hutan di negara maju juga tidak kalah penting,” kata Michael Richardson dari artikelnya berjudul ”Ensuring Redd is Not Mere Pulp Fiction” di The Straits Times edisi 7 Juni. Richardson adalah peneliti di Institute of Southeast Asian Studies.

Para aktivis dan elite terkait pembangunan ekonomi dan lingkungan yang paham artikel Richardson secara implisit menyindir kecurangan Barat, yang mendambakan pertumbuhan dengan toleransi polusi dikompensasikan dengan pelestarian hutan di negara berkembang, yang paling membutuhkan pembangunan ekonomi untuk mengangkat status sosial ekonomi 1,2 miliar orang global.
Pertemuan di Bonn

Skandal makin terkuak pada pertemuan di Bonn, Jerman, 31 Mei-11 Juni, yang dihadiri perunding dari 185 negara. Pertemuan menyepakati pengurangan emisi 80-95 persen pada tahun 2050 untuk negara maju dan tak terlihat rencana untuk 2020. Basis pengurangan emisi juga bukan 1990. AS menginginkan basisnya adalah tahun 2005.

Pertemuan Bonn sukses menancapkan REDD, berupa bantuan 10 miliar dollar AS per tahun selama 2010-2012 hingga lebih dari 100 miliar dollar AS sejak tahun 2020.
Negara berkembang menilai tak ada kemajuan mendasar soal perang melawan pemanasan global. ”Diskusi tidak menyangkut esensi,” kata Kim Carstensen dari WWF International.

Ketua Delegasi Bolivia Pablo Solon mengatakan, ”Ini bukanlah debat yang kita inginkan.”

Ketua Badan PBB soal Iklim (UN Framework Convention on Climate Change) Christiana Figueres mengatakan, pemerintahan harus menghadapi tantangan ini. Yvo de Boer, yang digantikan Figueres, pesimistis. ”Kita dalam perjalanan panjang untuk mengatasi perubahan iklim,” kata De Boer.

Alden Meyer dari Union of Concerned Scientists, berbasis di AS, meledek. ”Harapan Figueres terlalu tinggi.”

Harian Inggris, The Guardian, edisi 9 Juni menuliskan hal yang lebih maut lagi. Ketimbang mengurangi emisi minimal 30-40 persen pada 2020, negara maju malah menaikkan emisi 8 persen. Hal ini dilakukan dengan melakukan trik dalam kalkulasi pengurangan emisi. Trik ini adalah penggunaan pasar karbon untuk melegalkan emisi sebanyak 30 persen di negara maju dengan kompensasi pelestarian di negara lain.

Harian yang sama edisi 8 Juni menuliskan, Barat melakukan tipuan dengan mempersembahkan data penanaman hutan, tetapi menunjukkan data penebangan nyata. ”Ini skandal yang tak punya rasa dan malapetaka bagi iklim,” kata Sean Cadman dari Climate Action Network, koalisi dari 500 kelompok lingkungan dan pembangunan dari seluruh dunia. ”Hanya Swiss yang tidak mau melakukan itu,” kata Cadman.

Demikian pula soal komitmen bantuan untuk REDD. Bantuan yang dinyatakan adalah bantuan yang sebelumnya dijanjikan diberi, tetapi dialihkan ke bantuan pelestarian hutan.

Antonio Hill dari Oxfam mengingatkan negara berkembang bahwa ada potensi bantuan itu akan menjadi utang dan akan merugikan karena bantuan REDD berasal dari bantuan yang tadinya diperuntukkan bagi peningkatan sistem kesehatan dan pendidikan. Ketua Delegasi Uni Eropa Laurent Graff membantah. ”Bantuan itu nyata dan benar-benar dipersiapkan.” (REUTERS/AP/AFP/MON)
Editor: jimbon | Sumber : Kompas Cetak

Read More......

Laporan FAO

Laporan FAO

Laporan FAO: Industri Penternakan Adalah Penyebab Utama Pemanasan Global

Pernahkah Anda membuka lemari es Anda, menarik keluar dua puluh piring pasta dan membuangnya ke tempat sampah, dan kemudian, hanya makan satu piring makanan? Hal ini sama dengan menebang 55 kaki persegi hutan untuk satu kali makan siang Anda atau membuang 2500 gallon air ke saluran pembuangan. Apakah Anda akan melakukannya? Bagaimanapun juga, hanya makan setengah kilo daging akan mengakibatkan hal-hal tersebut di atas. Makan daging akan menyebabkan pengrusakan terhadap sumber alam dan lingkungan kita, menyebabkan penderitaan hewan yang besar, serta memberikan efek-efek merusak bagi kesehatan kita. Jadi, dengan memanggang seekor anjing untuk disajikan bersama kentang dapat membuat Anda muak, tetapi mengapa kita malah memanggang hewan yang jinak lainnya? Selengkapnya

Efek Rumah Kaca

Efek Rumah Kaca

Ditulis oleh Muhammad Ashadi

Jika bumi terus menerus menerima energi dari matahari , anda mungkin terheran-heran mengapa bumi tidak bertambah panas atau mengapa temperature rata-ratanya tidak naik. Untuk mempertahankan temperature rata-rata yang relative konstan dalam jangka waktu yang lama, bumi harus membebaskan energi yang pada rata-ratanya sama dengan jumlah energi yang diterimanya dari matahari. Hal ini dilaksanakan dengan pemancaran kembali energi ke angkasa luar dengan bantuan atmosphere. Dimana pengaruh-pengaruh atmosphere sangat penting untuk mempertahankan variasi temperature harian bumi yang besar. Di bulan, yang tidak memiliki atmosphere, temperature hariannya bervariasi antara 1000C pada siang hari atau sisi matahari, sampai -1730C pada sisi gelapnya.

Radiasi sinar matahari yang datang memanaskan atmosphere dan permukaan bumi, dan bumi yang panas itu memancarkan kembali energi dalam bentuk pancaran infra merah yang tidak tampak. Gas-gas dari atmosphere terutama uap air dan karbon dioksida (CO2) adalah penyerap-penyerap yang selektif (memilah-milah), yakni uap air dan karbondioksida tersebut membiarkan cahaya matahari yang tampak melewatinya tapi mereka menyerap atau memerangkap radiasi infra merah tertentu. Penyerapan atmosphere ini membantu untuk menahan energi panas bumi, sehingga bumi tidak mengalami temperature naik turun seperti di bulan.

Awan (uap air) juga membantu mempertahankankan panas bumi. Oleh karena itu, gas-gas atmosphere mempunyai efek termostatik untuk mempertahankan variasi temperature harian dan kita menyebut proses ini efek rumah kaca. Kaca mempunyai sifat-sifat yang bersamaan dengan gas atmosphere (uap air dan CO2). Sebagaimana digunakan pada greenhouse, kaca membolehkan sinar matahari tampak melewatinya dan kemudian menghalangi atau memerangkap radiasi infra merah. Sebenarnya dalam kasus ini, terjadinya panas itu utamanya terjadi karena penahanan dari pemantulan (pelepasan) panas yang dilepas oleh tanah yang ada di dalam ruangan yang dipenuhi kaca itu.temperatur rumah kaca pada musim panas dikendalikan dengan mengecat panel dari kaca itu menjadi putih yang mereflleksikan sinar matahari dan membuka panel untuk membiarkan udara panas itu lepas.

Interior dari rumah kaca yang tertutup ini sungguh panas, bahkan pada hari yang dingin. Anda barangkali telah mengalami efek rumah kaca di dalam mobil pada hari yang cerah dan didngin. Efek rumah kaca juga dapat terjadi karena menipisnya lapisan ozon yang diakibatkan oleh CFC (cloro floro carbon) yang ada pada lemari es dan AC, polusi udara yang tidak terkendali dan tidak terolahnya sampah anorganik yang tidak dapat diuraikan oleh mikroorganisme. Untuk mencegah efek rumah kaca dalam kasus ini, kita harus bamyak menanam pepohonan untuk menggantikan ozon yang telah bereaksi dengan CFC dan menjaga agar polusi udara dan pengolahan sampah dapat dikendalikan dengan sebaik mungkin.

Go Green

Go Green Dengan Energi Nuklir

Selain krisis ekonomi dan energi, pemanasan global (global warming) adalah problem nyata yang harus dihadapi dunia sejak awal abad 21 ini. Nuklir sebagai sumber energi yang sedikit mengeluarkan gas rumah kaca bisa menjadi salah satu pilihan dalam upaya kita menghadapi pemanasan global. Meski begitu aspek keamanan dan keselamatan bagi masyarakat dan lingkungan tetap harus menjadi prioritas utama.

Pengurangan emisi CO2, salah satu jenis gas rumah kaca penyebab pemanasan global adalah merupakan tantangan utama peradaban modern. Efisiensi penggunaan energi, pengurangan eskploitasi energi fosil (batubara, minyak dan gas) dan optimalisasi energi baru terbarukan merupakan langkah nyata yang harus kita lakukan bersama. Selengkapnya

Bunga Tulib, Lukisan

Hutan Bakau, Lukisan

What is Global Warming?

What is Global Warming?

Global Warming atau Pemanasan Global adalah Proses meningkatnya suhu rata-rata atmosfir, laut dan daratan bumi yang disebabkan oleh meningkatnya konsentrasi gas-gas rumah kaca, akibat dari aktifitas manusia.

Suhu rata-rata global pada permukaan Bumi telah meningkat 0.74 ± 0.18 °C (1.33 ± 0.32 °F) selama seratus tahun terakhir. Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC) menyimpulkan bahwa, "sebagian besar peningkatan suhu rata-rata global sejak pertengahan abad ke-20.

Kesimpulan dasar ini telah dikemukakan oleh setidaknya 30 badan ilmiah dan akademik, termasuk semua akademi sains nasional dari negara-negara G8. Akan tetapi, masih terdapat beberapa ilmuwan yang tidak setuju dengan beberapa kesimpulan yang dikemukakan IPCC tersebut.Model iklim yang dijadikan acuan oleh projek IPCC menunjukkan suhu permukaan global akan meningkat 1.1 hingga 6.4 °C (2.0 hingga 11.5 °F) antara tahun 1990 dan 2100.[1] Perbedaan angka perkiraan itu disebabkan oleh penggunaan skenario-skenario berbeda mengenai emisi gas-gas rumah kaca di masa mendatang, serta model-model sensitivitas iklim yang berbeda. Walaupun sebagian besar penelitian terfokus pada periode hingga 2100, pemanasan dan kenaikan muka air lautdiperkirakan akan terus berlanjut selama lebih dari seribu tahun walaupun tingkat emisi gas rumah kaca telah stabil.[1] Ini mencerminkan besarnya kapasitas panas dari lautan. Meningkatnya suhu global diperkirakan akan menyebabkan perubahan-perubahan yang lain seperti naiknya permukaan air laut, meningkatnya intensitas fenomena cuaca yang ekstrim,[2] serta perubahan jumlah dan pola presipitasi. Akibat-akibat pemanasan global yang lain adalah terpengaruhnya hasil pertanian, hilangnya gletser, dan punahnya berbagai jenis hewan. Beberapa hal-hal yang masih diragukan para ilmuwan adalah mengenai jumlah pemanasan yang diperkirakan akan terjadi di masa depan, dan bagaimana pemanasan serta perubahan-perubahan yang terjadi tersebut akan bervariasi dari satu daerah ke daerah yang lain. Hingga saat ini masih terjadi perdebatan politik dan publik di dunia mengenai apa, jika ada, tindakan yang harus dilakukan untuk mengurangi atau membalikkan pemanasan lebih lanjut atau untuk beradaptasi terhadap konsekuensi-konsekuensi yang ada. Sebagian besar pemerintahan negara-negara di dunia telah menandatangani dan meratifikasi Protokol Kyoto, yang mengarah pada pengurangan emisi gas-gas rumah kaca. ( Sumber dari Wikipedia, Pemanasan Global )

Peta Emisi Negara G2O

Peta Emisi Negara G2O

Emisi Co2 Negara

Emisi CO2 negara G20 pada 2007 (dari sektor energi)

Negara

Jutaan ton CO2

CO2/p.k

Peringkat dunia

Cina

6284

4.8

1

Amerika Serikat

6007

19.9

2

Rusia

1,673

11.8

3

India

1401

1.2

4

Jepang

1,262

9.9

5

Jerman

835

10.1

6

Kanada

590

18

7

Inggris

564

9.3

8

Korea Selatan

516

10.6

9

Italia

461

7.9

11

Australia

456

22

12

Meksiko

453

4.2

13

Afrika Selatan

452

9.4

14

Arab Saudi

434

15.8

15

Prancis

405

6.3

16

Brasil

398

2.1

17

Indonesia

319

1.3

20

Turki

277

3.7

23

Argentina

166

4.1

29

*Uni Eropa

4,257

8.7

Sumber : EIA

Metrik ton CO2

Peringkat dunia berdasarkan emisi karbon

*Peringkat EIA berdasarkan negara

Data EIA : Emisi dunia sejak 1989, berdasarkan negara

Agar Udara Metropolitan Semakin Ramah

Agar Udara Metropolitan Semakin Ramah

Wajah Anita terlihat bingung. Ia terjaring operasi uji emisi saat melintasi jalan Raya Pasar Minggu, Jakarta, Kamis dua pekan lalu. Dari alat smoke meter atau meteran asap yang dimasukkan ke dalam knalpot, ternyata kadar karbon Isuzu Panther keluaran 1993 milik Anita melewati ambang batas yang diizinkan.

Jika kadar partikelnya melebihi 50% dari batas yang diizinkan, maka kendaraan dinyatakan tidak lulus uji emisi. "Mobil ibu sudah 91%, hampir 100%. Berarti sudah tidak laik jalan, karena mencemari lingkungan. Mohon segera diperbaiki. Sekarang tugas kami hanya memberikan peneguran. Nanti akan ada penindakan," ucap Pak Polisi. Selengkapnya

Energi Ramah Lingkungan

ENERGI RAMAH LINGKUNGAN

Sel Surya Terbukti Paling Hemat

HOUSTON, KOMPAS.com - Penggunaan sel surya sebagai sumber energi kendaraan dalam kompetisi Shell Eco-marathon Amerika 2010 terbukti paling hemat. Di antara 48 kendaraan peserta dengan berbagai jenis bahan bakar konvensional ataupun alternatif, kendaraan sel surya rancangan mahasiswa Universitas Purdue dari Negara Bagian Indiana, Amerika Serikat, terbukti paling irit dengan jarak tempuh setara dengan 1.933,5 kilometer per liter bensin.

Penghargaan sebagai juara kompetisi Shell Eco-marathon (SEM) Amerika 2010 disampaikan President Wind Energy Shell Dick Williams, Minggu (28/3) petang waktu setempat di Houston, Amerika Serikat. Selengkapnya baca..

Membangun Rumah di Kota Hijau

Membangun Rumah di Kota Hijau

KOMPAS/WINARTO HERUSANSONO
Konsep membangun rumah berwawasan lingkungan tidak selalu identik dengan rumah mewah.Rumah minimalis di kawasan Sadeng, Semarang, Jawa Tengah, dengan penataan taman memberi keleluasaan bagi penghuninya.

Kamis, 22 Oktober 2009 | 17:01 WIB

KOMPAS.com - Fakta pemanasan global yang memengaruhi perubahan iklim dan degradasi kualitas lingkungan hidup manusia telah menyadarkan betapa pentingnya menyelamatkan kehidupan manusia di Bumi. Berbagai pihak terus bekerja sama membangun dunia baru yang lebih ramah lingkungan dan berkelanjutan.

Para pengembang properti berbagi informasi membangun properti hijau menuju kota hijau. Produk-produk properti hijau diperkenalkan kepada konsumen yang semakin kritis terhadap pengembang yang tidak ramah lingkungan. Ada banyak properti hijau berupa konsep kota taman, kota hijau, kota pohon, rumah kebun, kebun raya, taman hijau, hingga lembah hijau yang membanjiri pasaran telah memesona masyarakat. Selengkapnya ..

Mobil Bertenaga Matahari Keliling Dunia

Mobil Bertenaga Matahari Keliling Dunia

Mobil kecil dan ringan dengan dua tempat duduk itu muncul di arena pertemuan mengenai perubahan iklim yang dihadiri delegasi dari 190 negara di Poznan, Polandia, Kamis (4/11). Pejabat PBB untuk Perubahan Iklim, Yvo de Boer menyempatkan diri untuk mencoba kendaraan tersebut menuju sebuah gedung tempat pertemuan berlangsung.

"Ini untuk pertama kalinya dalam sejarah sebuah mobil bertenaga Matahari berkeliling ke seluruh penjuru dunia tanpa menggunakan satu tetes pun bahan bakar minyak," ujar Louis Palmer, seorang guru dan petualang dari Swiss yang mengendarai mobil tersebut. Selengkapnya..

Blog Archive

 

Copyright © 2009 by Info Global Warming

Template by Blogger Templates | Powered by Blogger