Global Warming

Diberdayakan oleh Blogger.

What time

Senin, 19 Juli 2010

Global Warming

Kebohongan Itu Amat Nyata
Minggu, 13 Juni 2010 | 07:11 WIB

KOMPAS.com - Tidak ada yang bisa menyangkal dampak buruk pemanasan global. Frekuensi topan, badai, dan angin puting beliung di beberapa negara, termasuk Indonesia, makin sering terjadi dibandingkan 20 tahun lalu. Ini adalah bukti nyata. Seruan global pengurangan suhu global pun membahana.

Pertemuan negara-negara pemilik hutan tahun 2005 di Marakesh, Maroko, juga menyepakati pelestarian lingkungan. Tanpa seruan global, Indonesia sejak tahun 1970-an sudah mencanangkan pelestarian hutan, termasuk reboisasi.
Namun, pengurangan hutan terjadi. Faktor-faktor penyebabnya adalah pertambahan jumlah penduduk dari 120 juta orang menjadi 240 juta orang sekarang ini, ekspansi perkebunan kelapa sawit serta kepentingan bisnis yang menopang pertumbuhan ekonomi, dan penyelundupan hasil kayu ke luar negeri.

Tak semua perambahan hutan negatif karena itulah salah satu konsekuensi pembangunan ekonomi, termasuk penyediaan lahan untuk perumahan dan pabrik. Hal yang mungkin dicegah keras adalah perambahan hutan untuk ekspor gelondongan ilegal.
Hal yang mendorong tulisan ini adalah bersama negara lain pemilik hutan, Indonesia menjadi sorotan soal pelestarian demi penurunan pemanasan global. Bank Dunia tahun 2007 menyebutkan, Indonesia penghasil karbon dioksida (CO) terbesar akibat perambahan hutan, tuduhan kontroversial.

Ada beberapa hal yang mencurigakan. PBB memiliki skema pelestarian hutan, yang dinamai Reducing Emissions from Deforestation and Forest Degradation (REDD). Pendukung REDD mengatakan, cara ini terbaik dan tercepat. REDD diperkuat pada pertemuan Kopenhagen, Denmark, Desember 2009.

Indonesia berkomitmen melakukan skema REDD. Imbalannya, Indonesia mendapatkan bantuan dari Norwegia 1 miliar dollar AS. Hal ini juga akan diterapkan di Brasil, sejumlah negara di Amerika Selatan, Asia, dan Pasifik Selatan. Sekelompok negara maju, termasuk Australia, Inggris, Denmark, Perancis, Jerman, Jepang, Swedia, dan AS, berkomitmen untuk pendanaan REDD.

Indonesia berkomitmen menanami pohon di lahan seluas 21 juta hektar untuk mengurangi 26 persen emisi rumah hijau pada 2020 dari level 1990 dan akan mengurangi 41 persen jika ada tambahan dana dari Barat.
Mengapa harus mengandalkan bantuan asing untuk reboisasi. Bukankah ada dana reboisasi?

Mengapa pendalaman skema REDD mengalami kemajuan pesat dibandingkan program utama pemanasan global? Bukankah mayoritas pemanasan global disebabkan emisi di luar kerusakan hutan? Sejumlah ahli mengatakan, kontribusi kerusakan hutan pada emisi global adalah 15 persen, selebihnya adalah emisi bahan bakar fosil, yang meningkat lebih cepat ketimbang deforestasi.

Intergovernmental Panel on Climate Change memperkirakan perubahan fungsi lahan memberikan kontribusi CO sebanyak 1,6 Gt karbon per tahun. Sebagai perbandingan, emisi bahan bakar menyumbang CO sebesar 6,3 Gt karbon.
Mengapa hutan di sejumlah negara berkembang menjadi sasaran. Organisasi Pangan Dunia (FAO) menyebutkan, deforestasi hutan global mencapai 13 juta hektar per tahun, termasuk hutan-hutan di negara kaya.

Harian India, The Times of India, edisi 28 Mei 2010, mempertanyakan, mengapa China dan India tak diikutkan dalam REDD. Pada pertemuan di Oslo, Oslo Climate and Forests Conference, 27 Mei, Perdana Menteri Norwegia Jens Stoltenberg menjawab. ”Kami akan fokus pada semua hutan. Namun, kami kini masih lebih memusatkan pada pelestarian hutan yang ada saja dulu,” kata Stoltenberg.

Para peneliti terus mempertanyakan keanehan itu. ”Penanganan hutan-hutan di negara maju juga tidak kalah penting,” kata Michael Richardson dari artikelnya berjudul ”Ensuring Redd is Not Mere Pulp Fiction” di The Straits Times edisi 7 Juni. Richardson adalah peneliti di Institute of Southeast Asian Studies.

Para aktivis dan elite terkait pembangunan ekonomi dan lingkungan yang paham artikel Richardson secara implisit menyindir kecurangan Barat, yang mendambakan pertumbuhan dengan toleransi polusi dikompensasikan dengan pelestarian hutan di negara berkembang, yang paling membutuhkan pembangunan ekonomi untuk mengangkat status sosial ekonomi 1,2 miliar orang global.
Pertemuan di Bonn

Skandal makin terkuak pada pertemuan di Bonn, Jerman, 31 Mei-11 Juni, yang dihadiri perunding dari 185 negara. Pertemuan menyepakati pengurangan emisi 80-95 persen pada tahun 2050 untuk negara maju dan tak terlihat rencana untuk 2020. Basis pengurangan emisi juga bukan 1990. AS menginginkan basisnya adalah tahun 2005.

Pertemuan Bonn sukses menancapkan REDD, berupa bantuan 10 miliar dollar AS per tahun selama 2010-2012 hingga lebih dari 100 miliar dollar AS sejak tahun 2020.
Negara berkembang menilai tak ada kemajuan mendasar soal perang melawan pemanasan global. ”Diskusi tidak menyangkut esensi,” kata Kim Carstensen dari WWF International.

Ketua Delegasi Bolivia Pablo Solon mengatakan, ”Ini bukanlah debat yang kita inginkan.”

Ketua Badan PBB soal Iklim (UN Framework Convention on Climate Change) Christiana Figueres mengatakan, pemerintahan harus menghadapi tantangan ini. Yvo de Boer, yang digantikan Figueres, pesimistis. ”Kita dalam perjalanan panjang untuk mengatasi perubahan iklim,” kata De Boer.

Alden Meyer dari Union of Concerned Scientists, berbasis di AS, meledek. ”Harapan Figueres terlalu tinggi.”

Harian Inggris, The Guardian, edisi 9 Juni menuliskan hal yang lebih maut lagi. Ketimbang mengurangi emisi minimal 30-40 persen pada 2020, negara maju malah menaikkan emisi 8 persen. Hal ini dilakukan dengan melakukan trik dalam kalkulasi pengurangan emisi. Trik ini adalah penggunaan pasar karbon untuk melegalkan emisi sebanyak 30 persen di negara maju dengan kompensasi pelestarian di negara lain.

Harian yang sama edisi 8 Juni menuliskan, Barat melakukan tipuan dengan mempersembahkan data penanaman hutan, tetapi menunjukkan data penebangan nyata. ”Ini skandal yang tak punya rasa dan malapetaka bagi iklim,” kata Sean Cadman dari Climate Action Network, koalisi dari 500 kelompok lingkungan dan pembangunan dari seluruh dunia. ”Hanya Swiss yang tidak mau melakukan itu,” kata Cadman.

Demikian pula soal komitmen bantuan untuk REDD. Bantuan yang dinyatakan adalah bantuan yang sebelumnya dijanjikan diberi, tetapi dialihkan ke bantuan pelestarian hutan.

Antonio Hill dari Oxfam mengingatkan negara berkembang bahwa ada potensi bantuan itu akan menjadi utang dan akan merugikan karena bantuan REDD berasal dari bantuan yang tadinya diperuntukkan bagi peningkatan sistem kesehatan dan pendidikan. Ketua Delegasi Uni Eropa Laurent Graff membantah. ”Bantuan itu nyata dan benar-benar dipersiapkan.” (REUTERS/AP/AFP/MON)
Editor: jimbon | Sumber : Kompas Cetak

Read More......

Laporan FAO

Laporan FAO

Laporan FAO: Industri Penternakan Adalah Penyebab Utama Pemanasan Global

Pernahkah Anda membuka lemari es Anda, menarik keluar dua puluh piring pasta dan membuangnya ke tempat sampah, dan kemudian, hanya makan satu piring makanan? Hal ini sama dengan menebang 55 kaki persegi hutan untuk satu kali makan siang Anda atau membuang 2500 gallon air ke saluran pembuangan. Apakah Anda akan melakukannya? Bagaimanapun juga, hanya makan setengah kilo daging akan mengakibatkan hal-hal tersebut di atas. Makan daging akan menyebabkan pengrusakan terhadap sumber alam dan lingkungan kita, menyebabkan penderitaan hewan yang besar, serta memberikan efek-efek merusak bagi kesehatan kita. Jadi, dengan memanggang seekor anjing untuk disajikan bersama kentang dapat membuat Anda muak, tetapi mengapa kita malah memanggang hewan yang jinak lainnya? Selengkapnya

Efek Rumah Kaca

Efek Rumah Kaca

Ditulis oleh Muhammad Ashadi

Jika bumi terus menerus menerima energi dari matahari , anda mungkin terheran-heran mengapa bumi tidak bertambah panas atau mengapa temperature rata-ratanya tidak naik. Untuk mempertahankan temperature rata-rata yang relative konstan dalam jangka waktu yang lama, bumi harus membebaskan energi yang pada rata-ratanya sama dengan jumlah energi yang diterimanya dari matahari. Hal ini dilaksanakan dengan pemancaran kembali energi ke angkasa luar dengan bantuan atmosphere. Dimana pengaruh-pengaruh atmosphere sangat penting untuk mempertahankan variasi temperature harian bumi yang besar. Di bulan, yang tidak memiliki atmosphere, temperature hariannya bervariasi antara 1000C pada siang hari atau sisi matahari, sampai -1730C pada sisi gelapnya.

Radiasi sinar matahari yang datang memanaskan atmosphere dan permukaan bumi, dan bumi yang panas itu memancarkan kembali energi dalam bentuk pancaran infra merah yang tidak tampak. Gas-gas dari atmosphere terutama uap air dan karbon dioksida (CO2) adalah penyerap-penyerap yang selektif (memilah-milah), yakni uap air dan karbondioksida tersebut membiarkan cahaya matahari yang tampak melewatinya tapi mereka menyerap atau memerangkap radiasi infra merah tertentu. Penyerapan atmosphere ini membantu untuk menahan energi panas bumi, sehingga bumi tidak mengalami temperature naik turun seperti di bulan.

Awan (uap air) juga membantu mempertahankankan panas bumi. Oleh karena itu, gas-gas atmosphere mempunyai efek termostatik untuk mempertahankan variasi temperature harian dan kita menyebut proses ini efek rumah kaca. Kaca mempunyai sifat-sifat yang bersamaan dengan gas atmosphere (uap air dan CO2). Sebagaimana digunakan pada greenhouse, kaca membolehkan sinar matahari tampak melewatinya dan kemudian menghalangi atau memerangkap radiasi infra merah. Sebenarnya dalam kasus ini, terjadinya panas itu utamanya terjadi karena penahanan dari pemantulan (pelepasan) panas yang dilepas oleh tanah yang ada di dalam ruangan yang dipenuhi kaca itu.temperatur rumah kaca pada musim panas dikendalikan dengan mengecat panel dari kaca itu menjadi putih yang mereflleksikan sinar matahari dan membuka panel untuk membiarkan udara panas itu lepas.

Interior dari rumah kaca yang tertutup ini sungguh panas, bahkan pada hari yang dingin. Anda barangkali telah mengalami efek rumah kaca di dalam mobil pada hari yang cerah dan didngin. Efek rumah kaca juga dapat terjadi karena menipisnya lapisan ozon yang diakibatkan oleh CFC (cloro floro carbon) yang ada pada lemari es dan AC, polusi udara yang tidak terkendali dan tidak terolahnya sampah anorganik yang tidak dapat diuraikan oleh mikroorganisme. Untuk mencegah efek rumah kaca dalam kasus ini, kita harus bamyak menanam pepohonan untuk menggantikan ozon yang telah bereaksi dengan CFC dan menjaga agar polusi udara dan pengolahan sampah dapat dikendalikan dengan sebaik mungkin.

Go Green

Go Green Dengan Energi Nuklir

Selain krisis ekonomi dan energi, pemanasan global (global warming) adalah problem nyata yang harus dihadapi dunia sejak awal abad 21 ini. Nuklir sebagai sumber energi yang sedikit mengeluarkan gas rumah kaca bisa menjadi salah satu pilihan dalam upaya kita menghadapi pemanasan global. Meski begitu aspek keamanan dan keselamatan bagi masyarakat dan lingkungan tetap harus menjadi prioritas utama.

Pengurangan emisi CO2, salah satu jenis gas rumah kaca penyebab pemanasan global adalah merupakan tantangan utama peradaban modern. Efisiensi penggunaan energi, pengurangan eskploitasi energi fosil (batubara, minyak dan gas) dan optimalisasi energi baru terbarukan merupakan langkah nyata yang harus kita lakukan bersama. Selengkapnya

Bunga Tulib, Lukisan

Hutan Bakau, Lukisan

What is Global Warming?

What is Global Warming?

Global Warming atau Pemanasan Global adalah Proses meningkatnya suhu rata-rata atmosfir, laut dan daratan bumi yang disebabkan oleh meningkatnya konsentrasi gas-gas rumah kaca, akibat dari aktifitas manusia.

Suhu rata-rata global pada permukaan Bumi telah meningkat 0.74 ± 0.18 °C (1.33 ± 0.32 °F) selama seratus tahun terakhir. Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC) menyimpulkan bahwa, "sebagian besar peningkatan suhu rata-rata global sejak pertengahan abad ke-20.

Kesimpulan dasar ini telah dikemukakan oleh setidaknya 30 badan ilmiah dan akademik, termasuk semua akademi sains nasional dari negara-negara G8. Akan tetapi, masih terdapat beberapa ilmuwan yang tidak setuju dengan beberapa kesimpulan yang dikemukakan IPCC tersebut.Model iklim yang dijadikan acuan oleh projek IPCC menunjukkan suhu permukaan global akan meningkat 1.1 hingga 6.4 °C (2.0 hingga 11.5 °F) antara tahun 1990 dan 2100.[1] Perbedaan angka perkiraan itu disebabkan oleh penggunaan skenario-skenario berbeda mengenai emisi gas-gas rumah kaca di masa mendatang, serta model-model sensitivitas iklim yang berbeda. Walaupun sebagian besar penelitian terfokus pada periode hingga 2100, pemanasan dan kenaikan muka air lautdiperkirakan akan terus berlanjut selama lebih dari seribu tahun walaupun tingkat emisi gas rumah kaca telah stabil.[1] Ini mencerminkan besarnya kapasitas panas dari lautan. Meningkatnya suhu global diperkirakan akan menyebabkan perubahan-perubahan yang lain seperti naiknya permukaan air laut, meningkatnya intensitas fenomena cuaca yang ekstrim,[2] serta perubahan jumlah dan pola presipitasi. Akibat-akibat pemanasan global yang lain adalah terpengaruhnya hasil pertanian, hilangnya gletser, dan punahnya berbagai jenis hewan. Beberapa hal-hal yang masih diragukan para ilmuwan adalah mengenai jumlah pemanasan yang diperkirakan akan terjadi di masa depan, dan bagaimana pemanasan serta perubahan-perubahan yang terjadi tersebut akan bervariasi dari satu daerah ke daerah yang lain. Hingga saat ini masih terjadi perdebatan politik dan publik di dunia mengenai apa, jika ada, tindakan yang harus dilakukan untuk mengurangi atau membalikkan pemanasan lebih lanjut atau untuk beradaptasi terhadap konsekuensi-konsekuensi yang ada. Sebagian besar pemerintahan negara-negara di dunia telah menandatangani dan meratifikasi Protokol Kyoto, yang mengarah pada pengurangan emisi gas-gas rumah kaca. ( Sumber dari Wikipedia, Pemanasan Global )

Peta Emisi Negara G2O

Peta Emisi Negara G2O

Emisi Co2 Negara

Emisi CO2 negara G20 pada 2007 (dari sektor energi)

Negara

Jutaan ton CO2

CO2/p.k

Peringkat dunia

Cina

6284

4.8

1

Amerika Serikat

6007

19.9

2

Rusia

1,673

11.8

3

India

1401

1.2

4

Jepang

1,262

9.9

5

Jerman

835

10.1

6

Kanada

590

18

7

Inggris

564

9.3

8

Korea Selatan

516

10.6

9

Italia

461

7.9

11

Australia

456

22

12

Meksiko

453

4.2

13

Afrika Selatan

452

9.4

14

Arab Saudi

434

15.8

15

Prancis

405

6.3

16

Brasil

398

2.1

17

Indonesia

319

1.3

20

Turki

277

3.7

23

Argentina

166

4.1

29

*Uni Eropa

4,257

8.7

Sumber : EIA

Metrik ton CO2

Peringkat dunia berdasarkan emisi karbon

*Peringkat EIA berdasarkan negara

Data EIA : Emisi dunia sejak 1989, berdasarkan negara

Agar Udara Metropolitan Semakin Ramah

Agar Udara Metropolitan Semakin Ramah

Wajah Anita terlihat bingung. Ia terjaring operasi uji emisi saat melintasi jalan Raya Pasar Minggu, Jakarta, Kamis dua pekan lalu. Dari alat smoke meter atau meteran asap yang dimasukkan ke dalam knalpot, ternyata kadar karbon Isuzu Panther keluaran 1993 milik Anita melewati ambang batas yang diizinkan.

Jika kadar partikelnya melebihi 50% dari batas yang diizinkan, maka kendaraan dinyatakan tidak lulus uji emisi. "Mobil ibu sudah 91%, hampir 100%. Berarti sudah tidak laik jalan, karena mencemari lingkungan. Mohon segera diperbaiki. Sekarang tugas kami hanya memberikan peneguran. Nanti akan ada penindakan," ucap Pak Polisi. Selengkapnya

Energi Ramah Lingkungan

ENERGI RAMAH LINGKUNGAN

Sel Surya Terbukti Paling Hemat

HOUSTON, KOMPAS.com - Penggunaan sel surya sebagai sumber energi kendaraan dalam kompetisi Shell Eco-marathon Amerika 2010 terbukti paling hemat. Di antara 48 kendaraan peserta dengan berbagai jenis bahan bakar konvensional ataupun alternatif, kendaraan sel surya rancangan mahasiswa Universitas Purdue dari Negara Bagian Indiana, Amerika Serikat, terbukti paling irit dengan jarak tempuh setara dengan 1.933,5 kilometer per liter bensin.

Penghargaan sebagai juara kompetisi Shell Eco-marathon (SEM) Amerika 2010 disampaikan President Wind Energy Shell Dick Williams, Minggu (28/3) petang waktu setempat di Houston, Amerika Serikat. Selengkapnya baca..

Membangun Rumah di Kota Hijau

Membangun Rumah di Kota Hijau

KOMPAS/WINARTO HERUSANSONO
Konsep membangun rumah berwawasan lingkungan tidak selalu identik dengan rumah mewah.Rumah minimalis di kawasan Sadeng, Semarang, Jawa Tengah, dengan penataan taman memberi keleluasaan bagi penghuninya.

Kamis, 22 Oktober 2009 | 17:01 WIB

KOMPAS.com - Fakta pemanasan global yang memengaruhi perubahan iklim dan degradasi kualitas lingkungan hidup manusia telah menyadarkan betapa pentingnya menyelamatkan kehidupan manusia di Bumi. Berbagai pihak terus bekerja sama membangun dunia baru yang lebih ramah lingkungan dan berkelanjutan.

Para pengembang properti berbagi informasi membangun properti hijau menuju kota hijau. Produk-produk properti hijau diperkenalkan kepada konsumen yang semakin kritis terhadap pengembang yang tidak ramah lingkungan. Ada banyak properti hijau berupa konsep kota taman, kota hijau, kota pohon, rumah kebun, kebun raya, taman hijau, hingga lembah hijau yang membanjiri pasaran telah memesona masyarakat. Selengkapnya ..

Mobil Bertenaga Matahari Keliling Dunia

Mobil Bertenaga Matahari Keliling Dunia

Mobil kecil dan ringan dengan dua tempat duduk itu muncul di arena pertemuan mengenai perubahan iklim yang dihadiri delegasi dari 190 negara di Poznan, Polandia, Kamis (4/11). Pejabat PBB untuk Perubahan Iklim, Yvo de Boer menyempatkan diri untuk mencoba kendaraan tersebut menuju sebuah gedung tempat pertemuan berlangsung.

"Ini untuk pertama kalinya dalam sejarah sebuah mobil bertenaga Matahari berkeliling ke seluruh penjuru dunia tanpa menggunakan satu tetes pun bahan bakar minyak," ujar Louis Palmer, seorang guru dan petualang dari Swiss yang mengendarai mobil tersebut. Selengkapnya..

Blog Archive

 

Copyright © 2009 by Info Global Warming

Template by Blogger Templates | Powered by Blogger