Ilustrasi |
“Berita baiknya adalah, kita mempunyai semua yang kita butuhkan untuk menanggapi tantangan pemanasan global. Tetapi kita tidak seharusnya menunggu, kita tidak dapat menunggu, kita tidak boleh menunggu.”
Ilustrasi |
Ilustrasi |
KOMPAS/RADITYA HELABUMI |
KOMPAS/RADITYA HELABUMI |
Ilustrasi efek Global Warming |
Laporan FAO: Industri Penternakan Adalah Penyebab Utama Pemanasan Global
Pernahkah Anda membuka lemari es Anda, menarik keluar dua puluh piring pasta dan membuangnya ke tempat sampah, dan kemudian, hanya makan satu piring makanan? Hal ini sama dengan menebang 55 kaki persegi hutan untuk satu kali makan siang Anda atau membuang 2500 gallon air ke saluran pembuangan. Apakah Anda akan melakukannya? Bagaimanapun juga, hanya makan setengah kilo daging akan mengakibatkan hal-hal tersebut di atas. Makan daging akan menyebabkan pengrusakan terhadap sumber alam dan lingkungan kita, menyebabkan penderitaan hewan yang besar, serta memberikan efek-efek merusak bagi kesehatan kita. Jadi, dengan memanggang seekor anjing untuk disajikan bersama kentang dapat membuat Anda muak, tetapi mengapa kita malah memanggang hewan yang jinak lainnya? Selengkapnya
Ditulis oleh Muhammad Ashadi
Jika bumi terus menerus menerima energi dari matahari , anda mungkin terheran-heran mengapa bumi tidak bertambah panas atau mengapa temperature rata-ratanya tidak naik. Untuk mempertahankan temperature rata-rata yang relative konstan dalam jangka waktu yang lama, bumi harus membebaskan energi yang pada rata-ratanya sama dengan jumlah energi yang diterimanya dari matahari. Hal ini dilaksanakan dengan pemancaran kembali energi ke angkasa luar dengan bantuan atmosphere. Dimana pengaruh-pengaruh atmosphere sangat penting untuk mempertahankan variasi temperature harian bumi yang besar. Di bulan, yang tidak memiliki atmosphere, temperature hariannya bervariasi antara 1000C pada siang hari atau sisi matahari, sampai -1730C pada sisi gelapnya.
Radiasi sinar matahari yang datang memanaskan atmosphere dan permukaan bumi, dan bumi yang panas itu memancarkan kembali energi dalam bentuk pancaran infra merah yang tidak tampak. Gas-gas dari atmosphere terutama uap air dan karbon dioksida (CO2) adalah penyerap-penyerap yang selektif (memilah-milah), yakni uap air dan karbondioksida tersebut membiarkan cahaya matahari yang tampak melewatinya tapi mereka menyerap atau memerangkap radiasi infra merah tertentu. Penyerapan atmosphere ini membantu untuk menahan energi panas bumi, sehingga bumi tidak mengalami temperature naik turun seperti di bulan.
Awan (uap air) juga membantu mempertahankankan panas bumi. Oleh karena itu, gas-gas atmosphere mempunyai efek termostatik untuk mempertahankan variasi temperature harian dan kita menyebut proses ini efek rumah kaca. Kaca mempunyai sifat-sifat yang bersamaan dengan gas atmosphere (uap air dan CO2). Sebagaimana digunakan pada greenhouse, kaca membolehkan sinar matahari tampak melewatinya dan kemudian menghalangi atau memerangkap radiasi infra merah. Sebenarnya dalam kasus ini, terjadinya panas itu utamanya terjadi karena penahanan dari pemantulan (pelepasan) panas yang dilepas oleh tanah yang ada di dalam ruangan yang dipenuhi kaca itu.temperatur rumah kaca pada musim panas dikendalikan dengan mengecat panel dari kaca itu menjadi putih yang mereflleksikan sinar matahari dan membuka panel untuk membiarkan udara panas itu lepas.
Interior dari rumah kaca yang tertutup ini sungguh panas, bahkan pada hari yang dingin. Anda barangkali telah mengalami efek rumah kaca di dalam mobil pada hari yang cerah dan didngin. Efek rumah kaca juga dapat terjadi karena menipisnya lapisan ozon yang diakibatkan oleh CFC (cloro floro carbon) yang ada pada lemari es dan AC, polusi udara yang tidak terkendali dan tidak terolahnya sampah anorganik yang tidak dapat diuraikan oleh mikroorganisme. Untuk mencegah efek rumah kaca dalam kasus ini, kita harus bamyak menanam pepohonan untuk menggantikan ozon yang telah bereaksi dengan CFC dan menjaga agar polusi udara dan pengolahan sampah dapat dikendalikan dengan sebaik mungkin.
Go Green Dengan Energi Nuklir
Selain krisis ekonomi dan energi, pemanasan global (global warming) adalah problem nyata yang harus dihadapi dunia sejak awal abad 21 ini. Nuklir sebagai sumber energi yang sedikit mengeluarkan gas rumah kaca bisa menjadi salah satu pilihan dalam upaya kita menghadapi pemanasan global. Meski begitu aspek keamanan dan keselamatan bagi masyarakat dan lingkungan tetap harus menjadi prioritas utama.
Pengurangan emisi CO2, salah satu jenis gas rumah kaca penyebab pemanasan global adalah merupakan tantangan utama peradaban modern. Efisiensi penggunaan energi, pengurangan eskploitasi energi fosil (batubara, minyak dan gas) dan optimalisasi energi baru terbarukan merupakan langkah nyata yang harus kita lakukan bersama. Selengkapnya
What is Global Warming?
Global Warming atau Pemanasan Global adalah Proses meningkatnya suhu rata-rata atmosfir, laut dan daratan bumi yang disebabkan oleh meningkatnya konsentrasi gas-gas rumah kaca, akibat dari aktifitas manusia.
Suhu rata-rata global pada permukaan Bumi telah meningkat 0.74 ± 0.18 °C (1.33 ± 0.32 °F) selama seratus tahun terakhir. Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC) menyimpulkan bahwa, "sebagian besar peningkatan suhu rata-rata global sejak pertengahan abad ke-20.
Kesimpulan dasar ini telah dikemukakan oleh setidaknya 30 badan ilmiah dan akademik, termasuk semua akademi sains nasional dari negara-negara G8. Akan tetapi, masih terdapat beberapa ilmuwan yang tidak setuju dengan beberapa kesimpulan yang dikemukakan IPCC tersebut.Model iklim yang dijadikan acuan oleh projek IPCC menunjukkan suhu permukaan global akan meningkat 1.1 hingga 6.4 °C (2.0 hingga 11.5 °F) antara tahun 1990 dan 2100.[1] Perbedaan angka perkiraan itu disebabkan oleh penggunaan skenario-skenario berbeda mengenai emisi gas-gas rumah kaca di masa mendatang, serta model-model sensitivitas iklim yang berbeda. Walaupun sebagian besar penelitian terfokus pada periode hingga 2100, pemanasan dan kenaikan muka air lautdiperkirakan akan terus berlanjut selama lebih dari seribu tahun walaupun tingkat emisi gas rumah kaca telah stabil.[1] Ini mencerminkan besarnya kapasitas panas dari lautan. Meningkatnya suhu global diperkirakan akan menyebabkan perubahan-perubahan yang lain seperti naiknya permukaan air laut, meningkatnya intensitas fenomena cuaca yang ekstrim,[2] serta perubahan jumlah dan pola presipitasi. Akibat-akibat pemanasan global yang lain adalah terpengaruhnya hasil pertanian, hilangnya gletser, dan punahnya berbagai jenis hewan. Beberapa hal-hal yang masih diragukan para ilmuwan adalah mengenai jumlah pemanasan yang diperkirakan akan terjadi di masa depan, dan bagaimana pemanasan serta perubahan-perubahan yang terjadi tersebut akan bervariasi dari satu daerah ke daerah yang lain. Hingga saat ini masih terjadi perdebatan politik dan publik di dunia mengenai apa, jika ada, tindakan yang harus dilakukan untuk mengurangi atau membalikkan pemanasan lebih lanjut atau untuk beradaptasi terhadap konsekuensi-konsekuensi yang ada. Sebagian besar pemerintahan negara-negara di dunia telah menandatangani dan meratifikasi Protokol Kyoto, yang mengarah pada pengurangan emisi gas-gas rumah kaca. ( Sumber dari Wikipedia, Pemanasan Global )
Emisi CO2 negara G20 pada 2007 (dari sektor energi) | ||||
Negara | Jutaan ton CO2 | CO2/p.k | Peringkat dunia | |
Cina | 6284 | 4.8 | 1 | |
Amerika Serikat | 6007 | 19.9 | 2 | |
Rusia | 1,673 | 11.8 | 3 | |
India | 1401 | 1.2 | 4 | |
Jepang | 1,262 | 9.9 | 5 | |
Jerman | 835 | 10.1 | 6 | |
Kanada | 590 | 18 | 7 | |
Inggris | 564 | 9.3 | 8 | |
Korea Selatan | 516 | 10.6 | 9 | |
Italia | 461 | 7.9 | 11 | |
Australia | 456 | 22 | 12 | |
Meksiko | 453 | 4.2 | 13 | |
Afrika Selatan | 452 | 9.4 | 14 | |
Arab Saudi | 434 | 15.8 | 15 | |
Prancis | 405 | 6.3 | 16 | |
Brasil | 398 | 2.1 | 17 | |
Indonesia | 319 | 1.3 | 20 | |
Turki | 277 | 3.7 | 23 | |
Argentina | 166 | 4.1 | 29 | |
*Uni Eropa | 4,257 | 8.7 | ||
Sumber : EIA | ||||
Metrik ton CO2 | ||||
Peringkat dunia berdasarkan emisi karbon | ||||
*Peringkat EIA berdasarkan negara | ||||
Data EIA : Emisi dunia sejak 1989, berdasarkan negara |
Agar Udara Metropolitan Semakin Ramah
Wajah Anita terlihat bingung. Ia terjaring operasi uji emisi saat melintasi jalan Raya Pasar Minggu, Jakarta, Kamis dua pekan lalu. Dari alat smoke meter atau meteran asap yang dimasukkan ke dalam knalpot, ternyata kadar karbon Isuzu Panther keluaran 1993 milik Anita melewati ambang batas yang diizinkan.
Jika kadar partikelnya melebihi 50% dari batas yang diizinkan, maka kendaraan dinyatakan tidak lulus uji emisi. "Mobil ibu sudah 91%, hampir 100%. Berarti sudah tidak laik jalan, karena mencemari lingkungan. Mohon segera diperbaiki. Sekarang tugas kami hanya memberikan peneguran. Nanti akan ada penindakan," ucap Pak Polisi. Selengkapnya
ENERGI RAMAH LINGKUNGAN
Sel Surya Terbukti Paling Hemat
HOUSTON, KOMPAS.com - Penggunaan sel surya sebagai sumber energi kendaraan dalam kompetisi Shell Eco-marathon Amerika 2010 terbukti paling hemat. Di antara 48 kendaraan peserta dengan berbagai jenis bahan bakar konvensional ataupun alternatif, kendaraan sel surya rancangan mahasiswa Universitas Purdue dari Negara Bagian Indiana, Amerika Serikat, terbukti paling irit dengan jarak tempuh setara dengan 1.933,5 kilometer per liter bensin.
Penghargaan sebagai juara kompetisi Shell Eco-marathon (SEM) Amerika 2010 disampaikan President Wind Energy Shell Dick Williams, Minggu (28/3) petang waktu setempat di Houston, Amerika Serikat. Selengkapnya baca..
Membangun Rumah di Kota Hijau
KOMPAS/WINARTO HERUSANSONO
Konsep membangun rumah berwawasan lingkungan tidak selalu identik dengan rumah mewah.Rumah minimalis di kawasan Sadeng, Semarang, Jawa Tengah, dengan penataan taman memberi keleluasaan bagi penghuninya.
Kamis, 22 Oktober 2009 | 17:01 WIB
KOMPAS.com - Fakta pemanasan global yang memengaruhi perubahan iklim dan degradasi kualitas lingkungan hidup manusia telah menyadarkan betapa pentingnya menyelamatkan kehidupan manusia di Bumi. Berbagai pihak terus bekerja sama membangun dunia baru yang lebih ramah lingkungan dan berkelanjutan.
Para pengembang properti berbagi informasi membangun properti hijau menuju kota hijau. Produk-produk properti hijau diperkenalkan kepada konsumen yang semakin kritis terhadap pengembang yang tidak ramah lingkungan. Ada banyak properti hijau berupa konsep kota taman, kota hijau, kota pohon, rumah kebun, kebun raya, taman hijau, hingga lembah hijau yang membanjiri pasaran telah memesona masyarakat. Selengkapnya ..
Mobil kecil dan ringan dengan dua tempat duduk itu muncul di arena pertemuan mengenai perubahan iklim yang dihadiri delegasi dari 190 negara di Poznan, Polandia, Kamis (4/11). Pejabat PBB untuk Perubahan Iklim, Yvo de Boer menyempatkan diri untuk mencoba kendaraan tersebut menuju sebuah gedung tempat pertemuan berlangsung.
"Ini untuk pertama kalinya dalam sejarah sebuah mobil bertenaga Matahari berkeliling ke seluruh penjuru dunia tanpa menggunakan satu tetes pun bahan bakar minyak," ujar Louis Palmer, seorang guru dan petualang dari Swiss yang mengendarai mobil tersebut. Selengkapnya..
"Green Energy" Solusi Terbaik
Oleh M Sigit Cahyono
Saat ini Indonesia di ambang keterpurukan karena krisis energi. Harga minyak mentah yang melonjak sampai 145 dollar per barrel menekan pemerintahan SBY untuk menaikkan harga bahan bakar minyak dengan alasan menyelamatkan APBN. Akibatnya, harga kebutuhan pokok semakin meningkat, yang berakibat menurunnya kesejahteraan masyarakat.
Adanya kebijakan ini ditentang banyak kalangan, terutama mahasiswa dan politikus yang vokal terhadap pemerintah. Bahkan, nasib pemerintah di ujung tanduk setelah munculnya hak angket di DPR, yang bisa berujung pada impeachment terhadap presiden. Jika ini terjadi, bisa dibayangkan kondisi bangsa Indonesia kelak.
Sebenarnya, semua permasalahan menyangkut krisis energi tidak akan terjadi jika menyadari bangsa ini memiliki potensi besar yang belum dikembangkan secara optimal. Apa itu? Jawabannya adalah green energy!
Energi hijau adalah energi yang berasal dari tanaman hidup (biomassa) yang terdapat di sekitar kita. Energi itu biasa disebut sebagai bahan bakar hayati atau biofuel. Energi ini tidak akan pernah habis selama tersedia tanah, air, dan matahari masih memancarkan sinarnya ke muka bumi. Selama mau menanam, membudidayakan, serta mengolahnya menjadi produk bermanfaat seperti bahan bakar.
Kita sering kali diingatkan, Indonesia sebagai negara agraris merupakan negara yang kaya akan potensi energi terbarukan, salah satunya adalah energi dari biomassa. Menurut data Ditjen Listrik dan Pemanfaatan Energi (2001), potensinya mencapai 50.000 megawatt. Ironisnya, dari potensi yang besar itu baru 302 megawatt atau 0,64 persen yang dimanfaatkan.
Saat ini, Indonesia merupakan negara yang paling kaya dengan energi hijau. Kita memiliki minimal 62 jenis tanaman bahan baku biofuel yang tersebar secara spesifik di seluruh pelosok Nusantara. Kelapa sawit tumbuh di wilayah basah dengan curah hujan tinggi.
Selain itu, ada tanaman tebu yang menghendaki beda musim yang tegas antara hujan dan kemarau. Singkong mampu berproduksi baik di lingkungan sub-optimal dan toleran pada tanah dengan tingkat kesuburan rendah. Jarak pagar mampu berproduksi optimal di daerah terik dan gersang. Kelapa terdapat di pantai-pantai, bahkan di pulau- pulau terpencil. Ditambah tanaman lainnya, seperti sagu, nipah, nyamplung, bahkan limbah-limbah pertanian, seperti sekam padi, ampas tebu, tongkol jagung, dan biji-bijian sangat mudah didapatkan di Indonesia.
Ini menunjukkan ada banyak pilihan untuk memproduksi biofuel di seluruh Indonesia sesuai karakter daerah, sifat lahan, kekayaan sumber energi hijau setempat, dan penguasaan ilmu. Betapa indah dan bijak jika warga Papua menghasilkan biofuel dari ubi jalar dan nipah, warga Maluku dari sagu, penduduk Madura dari jagung dan nyamplung, orang Manado dari aren, masyarakat Lampung dari singkong, Pulau Sangir Talaud dan pulau-pulau terluar Indonesia dengan biofuel berbasis kelapa, rekan-rekan di Rote dengan kesambi, dan warga Kupang dengan jarak pagar atau kelor.
Teknologi
Di sisi lain, penguasaan teknologi sangat diperlukan dalam memanfaatkan energi biomassa. Ada tiga cara yang paling populer dalam mengonversi biomassa jadi energi, yaitu pembakaran langsung (direct combustion), pembuatan gas biomassa, dan konversi menjadi bahan bakar cair.
Pemanfaatan energi biomassa melalui pembakaran langsung telah dilakukan sejak zaman nenek moyang kita, dengan pemanfaatan kayu bakar. Saat ini, teknologi yang bisa menghasilkan energi cukup besar, yaitu pembakaran biomassa untuk menghasilkan uap pada pembangkit listrik atau bahan penunjang manufaktur. Dalam sistem pembangkit, kerja turbin biasanya memanfaatkan ekspansi uap bertekanan dan bersuhu tinggi untuk menggerakkan generator yang bisa menghasilkan listrik.
Sebagai contoh, Pembangkit Listrik Tenaga Sekam di Desa Haurgeulis, Indramayu, Jawa Barat. Di sana terdapat mesin setinggi 4 meter hasil penelitian PT Indonesia Power, anak perusahaan PLN, yang berdiri sejak September 2003. Pembangkit ini berkekuatan 100 kilowatt, berbahan bakar sekam padi, yang dibakar menjadi gas yang dialirkan ke dalam ruang bakar mesin diesel. Tambahan gas itu bisa menekan kebutuhan solar hingga tinggal 20 persen, artinya enam kilogram sekam menggantikan satu liter solar sebagai bahan bakar.
Sementara itu, pemanfaatan gas biomassa pada skala kecil sudah banyak diaplikasikan masyarakat, yaitu pemanfaatan gas metana hasil fermentasi yang langsung dibakar untuk kebutuhan rumah tangga, yang dikenal melaui teknologi biogas digester.
Teknologi ini berkembang pesat di India, yang ditandai dengan pembangunan digester sebanyak 400.000 unit pada kurun waktu 1980- 1985. Pada skala yang lebih besar dan massal, pemanfaatan gas biomassa melalui sistem pirolisis dan gasifikasi menggunakan temperatur tinggi untuk mengubah biomassa menjadi campuran gas hidrogen, karbon monoksida, dan metana, yang telah banyak diaplikasikan di negara-negara maju sebagai bahan bakar kendaraan yang ramah lingkungan.
Cara ketiga dan yang paling populer adalah mengonversi biomassa menjadi bahan bakar cair, yaitu bioetanol dan biodiesel. Bioetanol adalah alkohol yang dibuat dengan fermentasi biomassa, terutama bahan berpati, seperti singkong, biji jagung, biji sorgum, sagu, gandum, dan kentang, serta bahan bergula seperti tetes tebu, nira kelapa, dan batang sorgum manis.
Adapun biodiesel adalah ester yang dibuat menggunakan minyak tanaman, lemak binatang, ganggang, atau minyak goreng bekas melalui proses esterifikasi. Kedua produk biofuel ini paling sering digunakan sebagai aditif bahan bakar untuk mengurangi emisi karbon monoksida (CO) dan asap lainnya dari kendaraan bermotor. Secara ekonomis, kedua produk ini lebih murah dibanding BBM. Bandingkan, biaya produksi bioetanol per liter hanya Rp 2.400, jauh lebih murah daripada harga bensin saat ini yang Rp 6.500 per liter.
Melihat potensi biomassa yang cukup melimpah di Indonesia dan teknologi pemanfaatannya yang berkembang sangat cepat, green energy merupakan alternatif terbaik dalam mengatasi krisis energi di Indonesia.
Kini saatnya kita mendirikan "kilang-kilang hijau" berupa alat pemerah biji tanaman penghasil biodiesel dan bio-oil skala rumahan, juga alat mini fermentasi penghasil bioetanol skala kemasyarakatan. Melalui alat-alat sederhana itu, akan terwujud desa mandiri energi. Harapannya, oil-refinery Pertamina akan berubah pula menjadi "kilang hijau" karena disuplai dengan biofuel untuk diolah menjadi green diesel, bahan bakar nabati ramah lingkungan yang harganya pasti lebih murah dibanding biodiesel konvensional.
M Sigit Cahyono Mahasiswa Magister Sistem Teknik UGM, Yogyakarta Bekerja sebagai Konsultan di Bidang Lingkungan Hidup
Copyright © 2009 by Info Global Warming
Template by Blogger Templates | Powered by Blogger